Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menargetkan penetrasi asuransi pada era pemerintahan Prabowo-Gibran, atau pada 2027 nanti mencapai level 3,2% dengan tingkat densitas sebesar Rp2,4 juta per penduduk. Sementara posisi per 2023, penetrasi dan tingkat densitas asuransi Indonesia berada di level 2,59% dan Rp1,94 juta.
Penetrasi asuransi adalah tingkat premi industri asuransi dibandingkan nilai PDB. Sedangkan densitas asuransi adalah rata-rata uang yang masyarakat sisihkan untuk produk asuransi dalam satu tahun.
Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Khoilul Rohman mengatakan untuk mencapai target tersebut perlu dipahami terkait hubungan permintaan dan penawaran, atau supply and demand di industri asuransi. Masalahnya, menurutnya saat ini peran strategis industri asuransi belum teralu dilirik.
"Micro impact jadi salah satu penyumbang terbesar untuk obligasi pemerintah. Kadang orang tidak tahu begitu peranan industri keuangan non bank [IKNB] sebagai salah satu kontributor terbesar dari obligasi pemerinah yang nantinya danananya dipakai pemerinah untuk pembangunan," kata Ibrahim saat ditemui di sela acara Media Gathering IFG Conference 2024 di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Ibrahim mengatakan kondisi tersebut lebih dari sekadar minimnya literasi masyarakat soal asuransi. Adapun per 2022, literasi keuangan sektor asuransi tercatat 31,72%, tetapi inklusinya hanya 16,63%. Artinya, hanya setengah dari mereka yang sudah paham asuransi memilih menggunakan asuransi.
Peran strategis industri asuransi di dalam negeri yang masih dilihat sebelah mata ini menurutnya berbeda dengan kondisi di negara-negara dengan penetrasi asuransi yang tinggi.
Baca Juga
Sebagai pembanding, penetrasi asuransi di Indonesia kalah dari Malaysia yang sudah 4,8%, Australia 3,3%, Brazil 3,3%, Jepang 7,1%, Singapura 11,4% hingga Afrika Selatan mencapai 12,6%.
"Peranan asuransi harus dilihat sebagai industri yang strategis dan ini masih sangat kurang di Indonesia. Jadi demand dibenerin, supply-nya dibenerin. Plus peran regulator," pungkasnya