Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) membukukan laba bersih Rp2,08 triliun pada kuartal III/2024, terkontraksi 10% secara tahunan (year on year/YoY). Penurunan laba BBTN ini disinyalir terdampak peningkatan beban bunga yang terjadi pada 9 bulan pertama 2024.
Merujuk pada laporan keuangan, BTN membukukan pendapatan bunga sebesar Rp22,36 triliun, naik 7,36% YoY dari Rp20 triliun pada September 2023. Namun, beban bunga ikut meningkat menjadi Rp13,47 triliun pada kuartal III/2024, naik 26,05% YoY.
Hal itu membuat pendapatan bunga bersih BTN menjadi senilai Rp8,89 triliun, turun 12,34% YoY. Kinerja pendapatan BBTN ini tidak lepas dari rapor intermediasi perseroan.
BBTN melaporkan telah menyalurkan kredit senilai Rp356,06 triliun, tumbuh 11,9% YoY dari posisi Rp318,30 triliun. Pertumbuhan penyaluran kredit BTN membuat aset perseroan ikut terkerek menjadi Rp455,10 triliun pada September 2024.
Pada sisi pendanaan, BTN meraup dana pihak ketiga (DPK) sebesar RP370,75 triliun, naik 14,5% secara tahunan. Dari jumlah itu, simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp181,76 triliun.
Terkontraksinya pendapatan BBTN juga tercermin dari net interest margin (NIM) yang turun ke level 2,92% pada kuartal III/2024 dari posisi 3,76% pada periode yang sama 2024.
Baca Juga
Pada saat bersamaan, BBTN mampu menjaga kualitas kredit yang tercemin dari non performing loan (NLP) gross dan net yang berada pada level 3,24% dan 1,57%. Kedua rasio kredit bermasalah itu membaik dari periode yang sama 2023.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, tahun 2024 merupakan tahun yang cukup menantang karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga nasional mengalami stagnasi dan daya beli masyarakat mengalami pelemahan.
Namun, BTN tetap mampu menjaga pertumbuhan kredit sesuai dengan target yang telah ditetapkan yakni di level 10-11% pada tahun ini.
“Di tengah tantangan yang terjadi di sepanjang 2024, fungsi intermediasi BTN tetap berjalan optimal. Hal ini menandakan BTN mampu menjalankan salah satu tugas utamanya untuk turut menggerakkan ekonomi dan membuka akses pinjaman bagi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah dan menengah,” ujar Nixon dalam keterangan resmi, Kamis (28/11/2024).
Nixon mengatakan, pertumbuhan kredit BTN ditopang oleh permintaan yang meningkat di KPR, terutama KPR Subsidi seiring dengan masih tingginya kebutuhan akan perumahan yang layak dan terjangkau di Indonesia.
Adapun, saat ini terdapat 24,6 juta rumah yang masih tergolong tidak layak huni, dengan jumlah backlog kepemilikan rumah nasional yang mencapai 9,9 juta.
Nixon menuturkan, KPR Subsidi masih menyumbang porsi terbesar terhadap keseluruhan portofolio kredit BTN. Hingga September 2024, perseroan menyalurkan KPR Subsidi sebesar Rp172,7 triliun, meningkat 9,5% YoY dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nixon mengungkapkan, sebanyak 75% debitur KPR Subsidi BTN merupakan kelompok Millenial, yang merupakan kategori usia produktif sekitar 21 tahun hingga 35 tahun.
“Hal ini menandakan bahwa generasi muda Indonesia, terutama yang berpenghasilan rendah dan menengah, masih menganggap rumah sebagai salah satu kebutuhan utama dan trennya masih akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Nixon.
-----------------------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.