Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengumumkan untuk menambah instrumen penempatan dan pemanfaatan DHE SDA, sejalan dengan kebijakan baru dari Presiden Prabowo Subianto.
Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/2025 yang mengubah PP 36/2023 tentang DHE SDA yang terbit tepat hari ini.
"Bank Indonesia akan memperluas dan memperbanyak instrumen-instrumen yang eksporter maupun perbankan bisa digunakan untuk menampatkan cadangan devisa," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).
Instrumen penempatan tersebut yakni Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Sebelumnya, BI hanya menyediakan Term Deposit (TD) Valas. Di mana eksportir yang telah menempatkan hasil devisa ke rekening khusus, dapat mennyimpannya di TD Valas.
Kini, devisa hasil ekspor yang telah ditempatkan di rekening khusus dapat pula ditempatkan pada instrumen moneter BI, yakni SUVBI dan SVBI.
Baca Juga
Sementara pemanfaatan, DHE SDA yang telah disimpan dalam TD Valas DHE dapat dikonversi menjadi FX swap.
Pemanfaatan selanjutnya, FX Swap Hedging dengan underlying TD Valas DHE dan kredit rupiah oleh bank dengan collateral TD Valas, SVBI, atau SUVBI.
Adapun dengan adanya SUVBI dan SVBI yang menjadi instrumen penempatan DHE SDA, Perry menekankan pihaknya akan menyiapkan penerbitan dari instrumen tersebut.
Di mana penerbitan SVBI maupun SUVBI akan disesuaikan dengan kebutuhan eksportir dan perbankan.
"Komitmen kami berapapun kebutuhan para eksportir, kami akan terbitkan. SVBI maupun SUVBI dan juga untuk FX," jelasnya Perry.
Sejak 2023 pertama kali kebijakan wajib simpan hasil ekspor di dalam negeri, Perry menyampaikan tingkat kepatuhan eksportir dalam memasukkan DHE SDA ke rekening khusus mencapai 95% hingga 100% untuk sektor minyak dan gas (migas).
Posisi rekening khusus saat ini rata-rata senilai US$13 miliar di sistem keuangan Indonesia. Harapannya, dengan kebijakan baru ini posisi rekening dapat meningkat ke level US$80 miliar pada akhir tahun nanti.
Sementara eksportir dari sektor nonmigas baru 82%—89% yang patuh terhadap kebijakan tersebut.
Perry juga menyampaikan bahwa tingkat kepatuhan dalam menempatkan di instrumen yang disediakan, yakni 97%—100% eksportir migas dan 91%—96% eksporti nonmigas.