Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom meyakini Bank Indonesia akan tetap menahan suku bunga acuan atau BI Rate pada pertemuan Rapat Dewan Gubernur selanjutnya. Padahal, indeks harga konsumen mencatatkan deflasi dua bulan beruntun dan lebih rendah dari target pemerintah di level 2,5%±1%.
Realisasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Februari 2025 sebesar -0,48% (month to month/MtM) pada Februari 2025 dan sebesar -0,09% secara tahunan atau (year on year/YoY). Deflasi tahunan tersebut bahkan tercatat menjadi deflasi pertama dalam 25 tahun terakhir.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) atau BCA David Sumual melihat tekanan eksternal alias global yang masih cukup kuat, mengurungkan langkah Bank Indonesia (BI) pangkas BI Rate.
“BI Rate masih ditahan walau masih ada peluang penurunan terbatas, 25 bps lagi di tahun ini,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (3/3/2025).
Senada, Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) Hosianna Evalita Situmorang melihat dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia menghadapi lingkungan yang menantang untuk menurunkan suku bunga, mengingat berlanjutnya arus modal keluar dan volatilitas rupiah.
Pada hari ini, Senin (3/3/2025) siang, nilai tukar rupiah menguat 115,50 poin atau 0,70% ke level Rp16.480 per dolar AS usai dibuka melemah pagi tadi pada Rp16.595 per dolar AS.
Baca Juga
Pelemahan rupiah sempat terjadi usai BI menurunkan suku bunga acuan pada Januari 2025 dan mempertahankannya pada Februari 2025. Terlebih, cadangan devisa Tanah Air dalam posisi gemuk dan mencatatkan all time high pada Januari senilai US$156,1 miliar.
Sementara melihat data perkembangan indikator stabilitas rupiah milik BI periode 24—27 Februari 2025, tercatat aliran modal keluar karena investor asing memilih jual neto senilai Rp10,33 triliun, utamanya dari pasar saham.
Dari sisi global pun, Presiden AS Donald Trump tak henti-henti mengumumkan komoditas yang dikerek naik tarif impornya. Teranyar, AS berencana mengenakan tarif impor kayu dari Kanada.
Untuk itu, meski inflasi landai, Hosianna memandang BI akan menahan suku bunga acuan di tengah kondisi tersebut.
“Iya [perkiraan BI masih tahan BI Rate], kami masih pantau karena tarif [impor AS] ke Kanada dan Meksiko berlaku pada 4 Maret 2025,” jelas Hosianna.
Kondisi IHK—yang menujukkan inflasi/deflasi—bersama data pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi acuan utama pemangkasan suku bunga.
Meski demikian, terkait kapan penurunan suku bunga acuan, bank sentral harus mempertimbangkan dinamika global.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa ke depan, bank sentral masih melihat adanya ruang penurunan suku bunga.
"Kalau kami mengatakan ada ruang penurunan BI Rate karena kami melihat inflasi rendah dan kami turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Tetapi timing-nya tentu saja kita harus mempertimbangkan dinamika global," ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).
Adapun Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia selanjutnya akan digelar pada 18—19 Maret 2025. Pengumuman hasil RDG BI disampaikan pada Rabu (19/3/2025) pukul 14.00 WIB.