Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) Indonesia terjaga meski dihadapkan pada tantangan ekonomi global dan domestik.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menyebut untuk itu pihaknya berkomitmen menjaga stabilitas sektor jasa keuangan. Termasuk di dalamnya mendukung implementasi kebijakan Pemerintah terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) hingga memperkuat tata kelola internal melalui penerapan standar internasional.
“OJK mendukung implementasi kebijakan Pemerintah yaitu PP Nomor 8 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), dalam rangka meningkatkan cadangan devisa negara,” kata Mahendra dalam paparan kondisi sektor keuangan, dikutip Rabu (5/3/2025).
Dia mengatakan dukungan ini diberikan di tengah tantangan perekonomian global dan domestik bagi sektor jasa keuangan. Tantangan itu seperti volatilitas pasar keuangan masih tinggi, dipicu oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik. Misalnya di Amerika Serikat, inflasi tercatat sebesar 3% secara tahunan pada Januari 2025 dengan core CPI meningkat menjadi 3,3%. Meski demikian, pasar tenaga kerja mencatat tingkat pengangguran menurun menjadi 4%.
Dampaknya OJK memperkirakan Bank Sentral Amerika, The Fed, cenderung netral dan diperkirakan hanya akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) 1 hingga 2 kali sepanjang tahun ini.
Mitra dagang Indonesia lainnya, China mencatatkan pertumbuhan ekonomi tertahan oleh inflasi yang rendah sebesar 0,5 %. Dampaknya Bank Sentral China (BoC) mempertahankan suku bunga acuan sebagai langkah hati-hati. Kebijakan China yang memperketat regulasi ekspor rare earth juga diperkirakan berdampak pada industri teknologi global.
Baca Juga
Mahendra mengungkapkan rencana penerapan tarif baru oleh AS terhadap negara mitra dagang turut meningkatkan ketidakpastian ekonomi global. Sedangkan di dalam negeri, OJK menilai inflasi terpantau terkendali. Pada Januari 2025, inflasi tercatat sebesar 0,76% secara tahunan dengan inflasi inti mencapai 2,26%. Namun, beberapa indikator permintaan domestik memperlihatkan tanda perlambatan, di antaranya penurunan penjualan kendaraan bermotor dan semen serta perlambatan harga dan volume penjualan rumah.
Di tengah kondisi ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae mengungkap kinerja intermediasi perbankan per Januari 2025 mencatat pertumbuhan positif dengan kredit tumbuh 10,27% secara tahunan menjadi Rp7.782 triliun pada Januari 2025. Pertumbuhan ini didominasi oleh kredit investasi yang meningkat 13,22%, diikuti oleh kredit konsumsi yang naik 10,37%. Bank BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit dengan kenaikan 10,98%.
Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mencatat pertumbuhan sebesar 5,51% secara tahunan menjadi Rp8.879,2 triliun. Rasio alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) mencapai 26,03%. Rasio ini menunjukkan likuiditas perbankan yang memadai. Rasio kredit bermasalah (NPL) gross terpantau 2,18%, masih dalam batas aman.
Sementara itu, baki debet kredit Buy Now Pay Later (BNPL) tumbuh signifikan sebesar 46,45% secara tahunan menjadi Rp22,57 triliun dengan jumlah rekening mencapai 24,44 juta.
Ogi Prastomiyono. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun menngungkap total aset industri asuransi mencapai Rp1.146,47 triliun pada Januari 2025, meningkat 2,14% secara tahunan. Meski demikian, premi asuransi komersial mengalami penurunan 4,10% secara tahunan menjadi Rp34,76 triliun. Pendapatan premi asuransi jiwa tumbuh 10,39% menjadi Rp19,14 triliun, sementara premi asuransi umum terkontraksi 17,40% menjadi Rp15,62 triliun.
Untuk industri dana pensiun, total aset mencapai Rp1.516,20 triliun atau tumbuh 7,26% secara tahunan. Aset program pensiun wajib mencatatkan kenaikan 8,60% menjadi Rp1.133,09 triliun, sedangkan program pensiun sukarela tumbuh 3,47%.
OJK mencatat industri fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjol mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp78,50 triliun pada Januari 2025, tumbuh 29,94% secara tahunan. Tingkat risiko kredit macet (TWP90) di 2,52%. OJK juga melaporkan peningkatan pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan sebesar 41,9% secara tahunan menjadi Rp7,12 triliun.
Di sektor aset kripto, nilai transaksi mencapai Rp44,07 triliun pada Januari 2025, meningkat 104,31% secara tahunan. OJK telah menyetujui perizinan 19 entitas di ekosistem perdagangan aset kripto, termasuk 1 bursa, 1 lembaga kliring, dan 16 pedagang.
Sementara itu Mirza Adityaswara. Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan mengungkap regulator terus memperkuat pengawasan sektor jasa keuangan, termasuk dengan memperketat regulasi terhadap perusahaan pembiayaan dan penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Hingga Februari 2025, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada 24 perusahaan pembiayaan, 11 perusahaan modal ventura, dan 32 penyelenggara P2P lending.
Selain itu, OJK aktif mendorong literasi keuangan digital melalui berbagai program edukasi yang telah menjangkau lebih dari 25 juta peserta selama Februari 2025. Program ini mencakup seminar, kuliah umum, dan peluncuran buku saku edukasi kripto.