Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mewajibkan pegawai non aparatur sipil negara atau non ASN yang bekerja pada penyelenggaraan negara mendaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.1/2025 tentang Perubahan atas Permenaker No.5/2021 mengenai Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT).
“Setiap Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mendaftarkan pegawai non ASN sebagai Peserta dalam program JKK, program JKM, dan program JHT pada BPJS Ketenagakerjaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tulis Yassierli dalam Pasal 3A ayat (1), dikutip Minggu (9/3/2025).
Dalam hal ini, setiap pejabat pembina kepegawaian melakukan pendaftaran dengan mengisi formulir pendaftaran pemberi kerja, pendaftaran pekerja, dan rincian iuran pekerja.
Data-data yang telah diisi tersebut selanjutnya diserahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 30 hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan tanda terima.
Yassierli menuturkan, data pegawai non ASN beserta anggota keluarganya termasuk data penerima manfaat beasiswa pendidikan anak.
Baca Juga
Lebih lanjut, pemerintah mewajibkan BPJS Ketenagakerjaan mengeluarkan nomor kepesertaan pada hari yang sama saat formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan sertifikat kepesertaan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan bagi seluruh pegawai non ASN yang disampaikan melalui Pejabat Pembina Kepegawaian, paling lama 7 hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Adapun, Pejabat Pembina Kepegawaian menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta paling lama 3 hari kerja sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
“Kepesertaan program JKK, program JKM, dan program JHT mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan,” bunyi Pasal 3A ayat (7).
Yassierli mengatakan bahwa adanya perubahan regulasi ini bertujuan meningkatkan kepastian pelindungan bagi peserta dalam penyelenggaraan program JKK, JKM, dan JHT.
Selain mewajibkan non ASN terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, aturan tersebut juga memuat beberapa perubahan substansi.
Diantaranya tata cara pemberitahuan atau pelaporan, penyimpulan, dan penetapan terjadinya Kecelakaan Kerja (KK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK); dan penjaminan pelayanan kesehatan atas dugaan KK/PAK sampai dengan disimpulkan atau ditetapkan sebagai KK/PAK atau bukan.
Permenaker yang diteken Yassierli pada 18 Februari 2025 itu juga mengubah substansi lainnya, seperti pemberian manfaat program JKM bagi pekerja yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja; perluasan manfaat JKK dengan menambahkan kriteria kecelakaan kerja yang mencakup kekerasan fisik dan/atau pemerkosaan di tempat kerja; serta perluasan dan kemudahan penerima manfaat beasiswa pendidikan anak.
Dia mengharapkan, adanya regulasi teranyar ini dapat membuat kualitas pelayanan BPJS Ketenagakerjaan semakin baik ke depan dan memudahkan pekerja/buruh dan/atau ahli waris dalam mengajukan klaim dan mendapatkan manfaat saat menghadapi risiko kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, atau meninggal dunia.
“Kami akan terus berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat dan NKRI,” pungkas Yassierli dalam keterangan resminya, Sabtu (9/3/2025).