Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons Bank BUMN soal Rencana Koperasi Merah Putih

Bank BUMN diproyeksikan untuk menyalurkan pembiayaan sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar sebagai modal awal per desa.
Karyawan melayani nasabah di salah satu Kantor Cabang Bank BRI di Tangerang Selatan, Banten. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melayani nasabah di salah satu Kantor Cabang Bank BRI di Tangerang Selatan, Banten. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Bank-bank BUMN sedang bersiap menyambut pembentukan Koperasi Desa Merah Putih yang digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Bank diproyeksikan untuk menyalurkan pembiayaan sebesar Rp3 miliar hingga Rp5 miliar sebagai modal awal per desa.

Pembentukan koperasi itu menyasar hingga 80.000 desa untuk menciptakan pusat perekonomian desa, yakni mencakup pembangunan gudang dan sejumlah gerai yang salah satunya menjual produk pertanian.

Namun, sejumlah risiko mengiringi peranan bank untuk menyukseskan rencana tersebut. Hal ini mencakup potensi kenaikan risiko kredit bermasalah (nonperforming loan/NPL), serta risiko likuiditas imbas penyerapan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi untuk penyaluran pembiayaan.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menyatakan komitmennya dalam mendukung berbagai program pemerintah, baik Koperasi Desa Merah Putih hingga program 3 juta rumah.

Corporate Secretary BTN Ramon Armando menyebut bahwa Koperasi Desa Merah Putih dapat memantik pertumbuhan sektor UMKM Tanah Air.

“Dukungan skema kerja sama Koperasi Desa adalah untuk penyaluran kredit UMKM serta meningkatkan skala usaha UMKM dan kesejahteraan para pelaku usaha UMKM,” katanya kepada Bisnis, Senin (10/3/2025).

Ketika ditanya perihal risiko kenaikan NPL apabila koperasi desa resmi dibentuk, Ramon menggarisbawahi bahwa pihaknya akan menyalurkan pembiayaan secara prudent. Hal ini salah satunya diwujudkan dengan analisis risiko yang mendalam.

“Pada prinsipnya, BTN dalam penyaluran kredit selalu memegang prinsip kehati-hatian, sehingga akan dilakukan analisis bisnis dan analisis risiko secara komprehensif untuk mendukung program pemerintah terhadap koperasi desa tersebut,” terangnya.

Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) juga memastikan bahwa perluasan pembiayaan untuk kebutuhan awal koperasi desa tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap kinerja perusahaan.

Direktur Utama BRI Sunarso menjelaskan bahwa penyaluran pinjaman untuk kebutuhan awal koperasi terbilang aman, karena pelunasannya akan menggunakan dana desa yang diperkirakan berkisar Rp2 miliar per tahun. 

“Dana desa kan tidak cukup kalau langsung Rp5 miliar. Oleh karena itu, yang diharapkan kemudian dibiayai oleh Himbara, tetapi kan aman wong sumber pelunasannya dari dana desa,” katanya di Jakarta, Senin (10/3/2025). 

Sunarso juga menyampaikan bahwa dengan kebutuhan awal itu, koperasi di tiap desa akan membangun sejumlah gerai untuk mendukung kegiatan operasional.

Gerai-gerai yang direncanakan meliputi gerai sembako, obat-obatan, poliklinik, sarana produksi pertanian, kantor operasi, serta gudang penyimpanan, baik dalam gudang kering maupun beku alias cold storage.

“Ada truk satu lagi, jadi satu koperasi memiliki satu truk. Terus kemudian untuk membiayai itu dibutuhkan Rp5 miliar,” kata Sunarso.

Adapun, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano dan Naura Reyhan Muchlis menjelaskan bahwa pembiayaan koperasi tak terlepas dari risiko kredit bermasalah alias NPL yang tinggi.

“Menurut Pefindo, pembiayaan kepada koperasi memiliki rasio NPL sebesar 8,5%. Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rasio NPL perbankan di sektor lainnya, yang berarti terdapat risiko lebih tinggi di sektor koperasi,” tulis analis BRI Danareksa Sekuritas dalam publikasi riset, Senin (10/3/2025).

Lebih lanjut, eksposur kredit perbankan terhadap koperasi terbilang kecil. Dari 130.000 koperasi dengan total aset Rp275 triliun dan omzet sebesar Rp197 triliun pada 2023, bank disebut hanya menyumbang sekitar 10% terhadap modal eksternal koperasi.

Menurut Victor dan Naura, bank dapat menghadapi risiko kredit dan likuiditas yang lebih tinggi. Dia lantas mencontohkan skenario terburuk apabila bank BUMN membagi pembiayaan koperasi secara merata (Rp3 miliar-Rp5 miliar per tahun) serta tingkat NPL yang tetap 8,5%.

“Hal ini dapat menyebabkan peningkatan CoC [cost of credit/biaya kredit] sebesar 49-82 bps dan penurunan laba sebesar 11-56%,” jelasnya.

Namun, mengingat eksposur Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang besar, BRI diproyeksikan akan menanggung porsi penyaluran kredit koperasi yang lebih banyak dibandingkan bank pelat merah lainnya.

Di samping itu, BRI Danareksa Sekuritas menilai bahwa risiko likuiditas juga menghantui Bank BUMN apabila menanggung sendiri pembiayaan program koperasi ini. Hal ini berkaitan dengan penggunaan dana pihak ketiga sebagai sumber penyaluran kredit.

“[Bank BUMN] mungkin juga akan menghadapi risiko likuiditas, yang mengharuskan mereka untuk menggunakan sekitar 5-9% dari simpanan mereka saat ini,” jelas riset tersebut.

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper