Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Inka Prawirasasra

Vice President Communications and Sustainability Sintesa Group,Strategy Group UN-GlobalInvestor for SustainableDevelopment Alliance

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Country Led Initiatives untuk Pendanaan Pembangunan Berkelanjutan

Dunia masih berpacu dengan permasalahan yang belum usai. Dalam hal perubahan iklim, emisi gas rumah kaca terus meningkat
Blended finance bisa menjadi cara untuk mempercepat program SDGs/The World Economic Forum
Blended finance bisa menjadi cara untuk mempercepat program SDGs/The World Economic Forum

Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai kelanjutan dari kegiatan Millenium Development Goals yang dimotori oleh PBB, 10 tahun lampau, dunia bersepakat atas Sustainable Development Goals yang kemudian dikenal dengan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan, dengan ambisi yang termaktub dalam 17 goals dalam 169 target.

Untuk tujuan mulia mengakhiri kemiskinan, melindungi planet, dan memastikan kemakmuran bagi semua di dunia pada 2030. Namun, bagaimana keadaan dunia pascapeluncuran komitmen tersebut? Dengan 5 tahun tersisa, pencapaian SDGs bagai panggang jauh dari api.

Melansir The Sustainable Development Goals Report 2024 dari badan dunia PBB, progres saat ini jauh dari target yang dicanangkan, yakni masih di bawah 25% dari rencana yang disepakati.

Dunia masih berpacu dengan permasalahan yang belum usai. Dalam hal perubahan iklim, emisi gas rumah kaca terus meningkat, dan banyak negara belum mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan dengan segala alasan dan permasalahannya sendiri-sendiri.

Isu ketidaksetaraan antar dan dalam negara masih tinggi, dengan banyaknya kelompok rentan yang tertinggal dan belum mendapatkan akses yang setara terhadap sumber daya. Konflik dan kekerasan juga masih menjadi tantangan besar, menghambat pencapaian target perdamaian dan keamanan. Degradasi lingkungan serta hilangnya keanekaragaman hayati terus berlanjut, mengancam keberlanjutan ekosistem dan kualitas hidup di masa depan.

Diperlukan kolaborasi yang lebih kuat antara pemerintah, sektor swasta untuk mengatasi isu-isu yang mengemuka. Tanpa mobilisasi investasi dan pendanaan disertai aksi masif dan berkesinambungan, pencapaian SDGs blue print ambisi untuk dunia yang lebih tangguh dan makmur tidak akan pernah tercapai.

Krusialnya, masalah pendanaan SDGs telah lama menjadi fokus perhatian. Bahkan sejak SDGs pertama kali disepakati menjadi agenda global pada 2015 melalui 3rd International Conference on Financing for Development (FFD3) di Addis Ababa. Kerangka kerja komprehensif ini memerinci lebih dari 100 langkah konkret untuk mobilisasi sumber daya dan mengimplementasikan SDGs. Termasuk penekanan pentingnya menyelaraskan investasi swasta dengan pembangunan berkelanjutan untuk daya ungkit pencapaian.

Dunia memerlukan aksi dan SDGs perlu investasi. Masalahnya, ada gap besar yang menyebabkan titik simpul antara proyek berkelanjutan dengan pendanaan yang dibutuhkan. Tantangan yang dihadapi setiap negara terkait proyek strategis hingga pendanaan, jelas berbeda-beda. Meski SDGs menjadi kerangka acuan global, ada dinamika yang tidak sama di tataran implementasi setiap negara yang memperburuk investment gap akibat perbedaan prioritas terkait national interest-nya.

Menyadari salah satu faktor utama penggerak adalah pentingnya pendanaan, sejumlah pertemuan tingkat tinggi terus diselenggarakan. FfD3 10 tahun lalu akan berlanjut dengan pertemuan berikutnya di Seville bulan Juni tahun ini lewat pertemuan keempat (FfD4), yang bertujuan ini mereformasi pendanaan dan arsitektur keuangan global yang masih menjadi tantangan krusial terkait pendanaan.

Tetapi sejumlah kritik dilayangkan atas semua pertemuan tingkat tinggi tersebut. Seperti non-binding nature yang menyebabkan SDGs sebagai bentuk yang aspirational ketimbang actionable. Kurangnya akuntabilitas mekanisme dituding sebagai penyebab akibat minimnya political will yang tidak memberi konsekuensi terhadap ketiadaan aksi nyata yang tangible untuk mengubah kebijakan secara signifikan. Berkurangnya besaran pendanaan akibat pandemi juga memperlebar kesenjangan pendanaan khususnya di negara berkembang, hingga krisis ekonomi global.

PERAN SEKTOR BISNIS

Sektor swasta berperan signifikan mengimplementasikan SDGs serta kerangka kebijakan yang dihasilkan pertemuan tingkat tinggi yang relevan tersebut. Tidak hanya melalui sustainable business practices, juga melalui investasi hingga pengerahan sumber daya keuangan. Dalam kerangka besar, berperan dalam inisiasi country led initiatives yang memungkinkan kolaborasi melalui skema Public Private Partnership.

Country led initiatives yang didukung sektor privat bisa memastikan realisasi pembangunan berkelanjutan dilakukan tailor made, sesuai kebutuhan dan prioritas spesifik dari negara yang bersangkutan dalam hal pendanaan.

High level event yang berfokus pada pendanaan untuk pembangunan berkelanjutan, memungkinkan terfasilitasinya keterlibatan langsung antara policy maker dan sektor privat, sekaligus meningkatkan mobilisasi sumber daya dengan mengidentifikasi mekanisme pembiayaan dan kemitraan inovatif. Termasuk memperbaiki regulasi keuangan existing dengan memberikan rekomendasi kerangka regulasi tepat guna.

Peluang ini harus bisa direbut sektor privat Indonesia melalui keterlibatan langsungnya sebagai Business Steering Committee dalam International Business Forum tahun ini—yang pertama kali akan diadakan sejak International Conference on Financing for Development (FfD) diselenggarakan pertama kali di Monterey, Mexico, tahun 2002 yang menghasilkan Monterrey Consensus sebagai tonggak awal dalam menyusun kerangka global untuk pembiayaan pembangunan yang melibatkan negara-negara berkembang dan maju, lembaga keuangan internasional, sektor swasta, dan masyarakat sipil.

Tahun ini, ada peluang lebar khususnya untuk Indonesia. Tidak hanya melalui kesempatan untuk menyampaikan usulan rekomendasi kebijakan yang relevan dan memberi nilai tambah pada policy maker, tetapi juga lewat showcasing country led initiatives melalui keikutsertaan sebagai komite pengarah Ffd4. Melalui peran ini, sektor privat bisa menjalankan fungsi diplomasi ekonomi untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai aktor kunci dalam kolaborasi global antara sektor publik dan swasta. Serta tentu saja, menunjukkan kepemimpinan dalam mendorong solusi inovatif yang relevan secara nasional maupun global.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper