Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan masih ada 35 perusahaan asuransi dan reasuransi yang belum memenuhi kewajiban peningkatan ekuitas tahap pertama yang harus dipenuhi pada 2026.
Berdasarkan laporan bulanan per akhir Maret 2025, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan sebanyak 109 dari total 144 perusahaan sudah memenuhi ketentuan modal minimum yang diatur dalam Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2023.
“Kami telah melakukan langkah-langkah antara lain sebagai berikut. Yang pertama, memonitor pelaksanaan supervisory action terhadap pemenuhan kewajiban peningkatan ekuitas tahap 1 pada 2026 di mana berdasarkan laporan bulanan per akhir Maret 2025 terdapat 109 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan,” kata Ogi dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan April 2025, Jumat (9/5/2025).
Ogi mengatakan angka tersebut bertambah tiga perusahaan dari bulan sebelumnya yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan untuk tahap 1 pada 2026. Berdasarkan RDK bulanan Maret 2025, terdapat 106 perusahaan asuransi dan reasuransi dari 144 perusahaan yang telah memenuhi jumlah minimum ekuitas yang dipersyaratkan pada 2026 per Februari 2025.
Sebagai informasi, aturan peningkatan ekuitas ini tertuang dalam POJK 23 Tahun 2023 yang merevisi ketentuan sebelumnya, yakni POJK 67 Tahun 2016.
Baca Juga
Sesuai aturan baru tersebut, ekuitas perusahaan asuransi harus naik secara bertahap. Pada 2026, perusahaan asuransi diwajibkan memiliki ekuitas minimum Rp250 miliar, naik dari ketentuan sebelumnya sebesar Rp150 miliar.
Tahap kedua akan diberlakukan pada 2028 dengan ketentuan ekuitas berdasarkan kelas, yakni Rp500 miliar untuk KPPE 1 dan Rp1 triliun untuk KPPE 2. Sementara itu, perusahaan reasuransi pada 2026 harus memiliki ekuitas minimum Rp500 miliar dari semula Rp300 miliar.
Pada 2028, ekuitas perusahaan reasuransi akan dibagi menjadi dua kelas, yakni Rp1 triliun untuk KPPE 1 dan Rp2 triliun untuk KPPE 2. Di sektor asuransi syariah, ekuitas minimum tahap pertama tetap Rp100 miliar, lalu naik menjadi Rp200 miliar untuk KPPE 1 dan Rp500 miliar untuk KPPE 2 pada 2028.
Untuk reasuransi syariah, ekuitasnya meningkat menjadi Rp200 miliar pada 2026, kemudian naik lagi ke Rp400 miliar untuk KPPE 1 dan Rp1 triliun untuk KPPE 2 pada 2028.
Dari sisi kinerja, Ogi melaporkan bahwa total aset industri asuransi per Maret 2025 mencapai Rp1.145,63 triliun atau tumbuh 1,49% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya, yang sebesar Rp1.128,86 triliun.
“Industri asuransi di bulan Maret 2025 mencapai Rp1.145,63 triliun atau naik 1,49% year on year [YoY] dari posisi yang sama di tahun sebelumnya, yaitu Rp1.128,86 triliun,” ujar Ogi.
Secara rinci, aset asuransi komersil tercatat sebesar Rp925,37 triliun, naik 1,80% YoY. Namun, dari sisi premi, industri ini masih menghadapi tekanan. Premi yang dihimpun sepanjang Januari hingga Maret 2025 tercatat Rp87,71 triliun, turun tipis 0,06% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada segmen asuransi jiwa, premi justru tumbuh 3,08% YoY menjadi Rp47,19 triliun. Sebaliknya, premi di asuransi umum dan reasuransi mengalami penurunan 3,50% YoY menjadi Rp40,52 triliun.
Kendati begitu, Ogi menegaskan bahwa kondisi permodalan industri asuransi tetap kokoh. Risk Based Capital (RBC) asuransi jiwa mencapai 467,73%, sementara asuransi umum dan reasuransi berada di level 316,96%, jauh di atas ketentuan minimum sebesar 120%.
Untuk asuransi non-komersil, yang mencakup BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta program jaminan sosial bagi ASN, TNI, dan Polri, total asetnya tercatat Rp220,26 triliun atau naik tipis 0,20% YoY.