Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bakal menyidangkan kasus dugaan kartel di industri fintech P2P lending atau pinjaman online. Salah satu yang disorot KPPU adalah adanya penyeragaman bunga pinjol sebesar 0,8% per hari.
Hendrikus Passagi, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2017-2020 menyatakan dirinya siap bila dipanggil KPPU menjadi saksi. Hendrikus adalah pejabat OJK yang punya andil besar mengapa bunga pinjol saat itu dipatok 0,8% per hari.
"Bukan soal berani atau tidak [dipanggil KPPU], saya wajib. Kalau saya tidak berani ngapain saya jadi pimpinan saat itu," kata Hendrikus saat ditemui Bisnis di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Dalam kasus kartel pinjol, KPPU mengungkap ada dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
KPPU menyebut ada sebanyak 97 perusahaan pinjol yang ditetapkan sebagai terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
"Bahasa saya tetap sama di KPPU, memang saya yang perintahkan dengan berbagai pertimbangan yang 100% dasar instruksi saya adalah niat baik. Bukan seperti yang dikatakan di pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999. Bukan dia [perusahaan pinjol] yang bersepakat, tapi saya yang perintahkan," tegasnya.
Baca Juga
Hendrikus juga menjamin bunga 0,8% membuat perusahaan pinjol sebetulnya merugi, karena sebelum dia tetapkan banyak perusahaan pinjol yang mematok bunga lebih dari 1%.
Saat memutuskan bunga pinjol 0,8% waktu itu, Hendrikus menegaskan bahwa OJK sebagai lembaga independen diberikan mandat oleh negara untuk memperdalam dan memperluas industri keuangan. Itu artinya, OJK harus bisa mendorong lembaga jasa keuangan memperbesar pembiayaan dan memperluas akses pembiayaan ke seluruh Indonesia.
Saat itu, Hendrikus mencatat bahwa pembiayaan masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan ada gap pembiayaan mencapai Rp10.000 triliun yang tidak bisa ditopang sendiri oleh industri perbankan, sehingga membutuhkan peran dari industri P2P lending.
"Makannya di P2P lending itu siapapun boleh, pinjaman dari seluruh masyarakat [lender] untuk bawa masuk dananya. Kenapa dananya tidak masuk-masuk, mungkin ada kebijakan lain yang menghalangi, termausk tadi ketika KPPU mempermasalahkan penyelenggara. Bisa jadi pihak yang mau masuk memberikan pendanaan lewat P2P lending jadi ragu," pungkasnya.