Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan dana pihak ketiga (DPK) perbankan kembali mengalami perlambatan pada bulan keempat tahun ini. Pada saat yang sama, saldo simpanan kelompok nominal paling kecil atau di bawah Rp100 juta bergerak menurun.
DPK perbankan pada April 2025 melambat ke angka 4,55% YoY. Realisasi ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 5,51% pada awal Januari tahun ini.
Kemudian, berdasarkan data distribusi simpanan LPS, secara tahun berjalan simpanan dengan tiering nominal di bawah Rp100 juta menurun sebesar 0,7% senilai total Rp1.009,03 triliun.
Apabila diperinci, simpanan tiering nominal terbawah tercatat minus 3% dalam jangka waktu satu bulan. Pertumbuhan baru tampak apabila dilihat dalam jangka waktu lebih panjang, yakni tumbuh 1,9% dalam tiga bulan, naik 3% dalam 6 bulan, dan meningkat 4,3% dalam satu tahun terakhir.
Di sisi lain, simpanan tiering nominal di atas Rp5 miliar, yang tumbuh positif 4,2% YtD. Nilai simpanan kelompok tertinggi itu mencapai Rp4.912,59 triliun.
Baca Juga
Simpanan tiering tertinggi konsisten bertumbuh positif pada masing-masing jangka waktu. Dalam jangka waktu satu bulan, simpanan nasabah jumbo tumbuh 0,7%, kemudian naik 2,7% dalam tiga bulan, meningkat 4,5% dalam 6 bulan, dan terkerek naik 4,7% dalam waktu satu tahun.
Tiering nominal Rp500 juta–Rp1 miliar, Rp200 juta–Rp500 juta, Rp100 juta–Rp200 juta, dan nominal kurang dari Rp100 juta masing-masing sebesar -0,3%, -0,4%, -0,5%, dan -3% secara bulanan.
Sementara, tiering nominal simpanan Rp1 miliar–Rp2 miliar juga masih mengalami pertumbuhan 0,4% dalam satu bulan, diikuti kelompok Rp2 miliar–Rp 5 miliar yang naik 0,5% dan kelompok lebih dari Rp5 miliar yang naik 0,7%.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun membeberkan penyebab tren penurunan sebagian besar kelompok nominal simpanan pada April 2025.
Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa libur panjang lebaran Idulfitri 1445 Hijriah yang berlangsung pada akhir Maret hingga awal April lalu turut mengerek peningkatan belanja masyarakat.
“Karena rupanya di Maret mereka menghabiskan duit lebaran dan di dua minggu pertama April,” katanya dalam konferensi pers Tingkat Bunga Penjaminan LPS di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Dia lantas menyebut bahwa tren penurunan tabungan masyarakat pada rentang waktu tersebut wajar, mengingat musim liburan menjadi momentum masyarakat memiliki pengeluaran lebih.
Purbaya meyakini bahwa tingkat tabungan masyarakat akan naik kembali pada sisa tahun ini, mengingat tren pertumbuhan justru terjadi apabila dilihat dari awal tahun.
“Jadi, ini sesuatu yang penting adalah [tabungan] dari Januari ke sini naik. Kalau liburan mungkin menghabiskan duit. Saya pikir ke depannya akan membaik lagi,” tuturnya.
Adapun secara total, LPS mencatat simpanan nasabah di perbankan mencapai Rp9.075,92 triliun hingga bulan keempat tahun ini. Realisasi itu meningkat 4,3% secara tahunan (YoY).
Sebelumnya, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia Solikin M. Juhro menuturkan tantangan penyaluran kredit dari sisi suplai yakni perlu diperkuatnya kapasitas intermediasi perbankan dalam menyalurkan kredit. Sayangnya, hal tersebut terganjal oleh kompetisi perolehan dana murah.
Sebagai informasi, pertumbuhan kredit pada April 2025 hanya mampu tumbuh sebesar 8,88% (year on year/YoY), lebih rendah dari capaian 9,16% pada Maret 2025.
“Tantangannya dari dulu memang seperti itu, tapi kalau ekonomi kuat, pasti orang banyak menabung [tak berebut DPK],” ujarnya dalam Taklimat Media di Gedung Thamrin BI, Senin (26/5/2025).
BI mencatat pertumbuhan DPK cenderung melambat dari 5,51% (YoY) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55% pada April 2025. Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antar bank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK.
Solikin pun mengamini saat ini daya beli masyarakat kelas menengah bawah belum kuat di tengah pendapatan yang menurun sehingga DPK juga ikut turun.
Untuk itu, bank sentral mengeluarkan kebijakan baru berupa peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN) dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank untuk memperluas pendanaan perbankan di luar DPK.
Selain itu, juga kebijakan pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 5% menjadi 4% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 3,5% menjadi 2,5% untuk Bank Umum Syariah (BUS).
Harapannya, kebijakan tersebut dapat mendorong penyaluran kredit dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.