Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) Indra Utoyo resmi mengundurkan diri dari jabatannya usai penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi mesin EDC di salah satu bank pelat merah.
Hal tersebut diketahui dari pengumuman yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (10/7/2025). Dalam keterbukaan BBHI tersebut, Dewan Komisaris Allo Bank menyampaikan telah menerima surat pengunduran diri Indra Utoyo pada Kamis (10/7/2025).
"Hal ini agar dapat berkonsentrasi dalam menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi sehubungan dengan penetapan status tersangka oleh KPK untuk kasus saat beliau manjabat di bank sebelumnya," kata pengumuman resmi tersebut.
Seiring dengan hal tersebut, Bank Allo menunjuk Ari Yanuanto Asah sebagai Plt. Direktur Utama efektif sejak 10 Juli 2025 sampai dengan RUPS selanjutnya. "Pelayanan nasabah dan kegiatan operasional bank tetap berjalan normal sebagaimana mestinya," kata Ari.
Berdasarkan situs resmi perseroan, saat ini Ari menjabat sebagai Direktur Keuangan, Operasional, & Sumber Daya Manusia Allo Bank. Dia ditetapkan sebagai Direktur Allo Bank pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada 29 Januari 2021 dan efektif menduduki jabatannya pada 6 April 2021.
Adapun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture atau EDC di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI) pada 2019-2024.
Baca Juga
Tiga orang di antaranya berasal bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI).
Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank.
Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi).
"Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,00," ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025).
Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor.
Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa.
"Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi," terang Asep.
Atas kasus tersebut, lima orang tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.