Bisnis.com, JAKARTA—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sinyal akan memperpanjang aturan mengenai pelonggaran aturan restrukturisasi kredit karena menilai kredit ke segmen nasabah UMKM masih perlu didorong.
Secara umum, tingkat risiko penyaluran kredit ke segmen nasabah UMKM masih lebih tinggi dibandingkan dengan kredit ke segmen nasabah korporasi. Oleh karena itu, regulator berencana kembali memberikan insentif berupa pelonggaran aturan restrukturisasi kredit.
Kelonggaran aturan relaksasi kredit telah diberikan oleh OJK sejak akhir 2015, dan akan berakhir pada 2017. Namun demikian, regulator memberikan sinyal bahwa relaksasi aturan tersebut akan diperpanjang.
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit masih dipertimbangkan dengan memperhatikan sejumlah kondisi. Akan tetapi, jika relaksasi tersebut dipertahankan, regulator akan memberikan batas perpanjangan antara 6-12 bulan, lebih pendek dibandingkan dengan masa relaksasi yang ditetapkan sebelumnya yakni 2 tahun.
“Kami akan terus pantau, kalau memang masih ada alasan untuk memberikan dorongan memberikan kredit ke sektor-sektor UMKM, saya kira bisa saja diperpanjang tetapi tidak sampai dua tahun,” ucapnya, di Jakarta, Selasa (4/7/2017).
Pelonggaran restrukturisasi kredit yang diberikan OJK bertujuan menjaga rasio kredit bermasalah (non-performing loan/ NPL) tetap di bawah batas atas yang ditetapkan yakni 5%. Kebijakan ini dikeluarkan otoritas pada 2015 dan berlaku selama dua tahun dan akan berakhir pada 2017.
Pada 2015 terdapat 12 paket kebijakan di sektor perbankan yang dirilis otoritas, dua di antaranya menyangkut restrukturisasi kredit oleh bank. Kebijakan pertama soal penilaian prospek usaha menjadi syaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur. Kedua ialah restrukturisasi kredit tingkat dini alias dilakukan sebelum kualitas kredit debitur turun.