BISNIS.COM, JAKARTA – Ekonom Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Aviliani menyoroti ada sekitar tiga risiko yang menghantui penerapan branchless banking, khususnya hubungan antar bank dan agen.
“Risiko terbesar adalah operasional karena dalam branchless banking karena ini melibatkan sangat banyak agen yang bisa bermasalah,” ujarnya dalam diskusi Branchless Banking Solution for Efficiency yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia, Rabu (29/5).
Risiko selanjutnya adalah risiko hukum dan kepatuhan karena yang menjadi ujung tombak dalam pelayanan nasabah bukan kantor cabang bank, melainkan agen. “Misalnya dalam layanan kredit, bila data nasabah tersebut hilang bagaimana mereka bisa membayar kembali [utangnya],” ujarnya.
Risiko berikutnya adalah reputasi karena kesalahan yang dilakukan oleh agen bisa mempengaruhi nama baik dari bank tersebut. “Jadi agen yang salah tetapi yang kena adalah bank-nya,” ujarnya.
Seperti diketahui, Bank Indonesia bersama dengan lima bank nasional telah memulai uji coba penerapan branchless banking dengan unit perantara layanan keuangan (UPLK) atau agen. UPLK tersebut menjadi outlet dalam penyetoran dan penarikan dana nasabah.
UPLK yang dimaksud bisa berupa BPR, koperasi, minimarket hingga individun yang memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia.