Peter Jacobs, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, mengatakan kebutuhan valuta asing (valas) selama Juli masih cukup tinggi untuk pembayaran impor, utang luar negeri, dan repatriasi dividen perusahaan yang dimiliki oleh investor asing.
“Namun, itu bukan masalah sebenarnya. Masalah sebenarnya adalah suplai valas masih sedikit selama Juli, baik dari ekspor maupun dari capital inflow [arus masuk modal asing],” ujarnya, Rabu (14/8/2013).
Menurutnya, belum banyaknya capital inflow selama Juli diakibatkan masih adanya sentimen negatif terhadap negara berkembang seperti Indonesia akibat belum ada kepastian pengurangan stimulus moneter (tapering off) di Amerika Serikat. "Ini menyebabkan para pemilik dolar lebih banyak hold dan belum mau menukar dengan rupiah," ujarnya.
Meski demikian, dia mengatakan capital outflow selama Juli sudah jauh berkurang dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Capital inflow juga mulai terjadi terutama pada portofolio Surat Utang Negara (SUN). “Posisi capital inflow dan capital outflow selama Juli cukup berimbang,” ujarnya.
Sedikitnya pasokan valas tersebut menyebabkan bank sentral cukup aktif melakukan intervensi terhadap nilai tukar rupiah selama Juli lalu. “Intervensi ini kami lakukan dalam menjaga agar fluktuasi rupiah tidak bergerak tajam,” ujarnya.
Cadangan devisa pada akhir Juli 2013 sebesar US$92,67 miliar, turun US$5,42 miliar dibandingkan dengan bulan sebelumnya US$98,09 miliar. Cadangan devisa itu setara dengan 5,1 bulan pembayaran impor dan utang luar negeri jangka pendek Indonesia.
Peter mengatakan capital inflow akan lebih baik pada Agustus 2013 yang terlihat pada 2 minggu pertama. “Selama 2 minggu pertama di Agustus sudah ada net capital inflow US$400 juta,” ujarnya.