Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antisipasi Pengurangan Stimulus AS, BI Jaga Stabilitas Kurs

Bisnis.com,  JAKARTA -- Menjaga stabilitas nilai tukar merupakan salah satu fokus Bank Indonesia dalam merespons rencana pengurangan stimulus moneter (quantitative easing) di Amerika Serikat.Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan BI

Bisnis.com,  JAKARTA -- Menjaga stabilitas nilai tukar merupakan salah satu fokus Bank Indonesia dalam merespons rencana pengurangan stimulus moneter (quantitative easing) di Amerika Serikat.

Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan BI akan respon rencana pengurangan stimulus moneter di Amerika Serikat dengan menjaga stabilitas nilai tukar.  BI juga akan meyakinkan bahwa yang terjadi lebih merupakan sentimen dibandingkan fundamental ekonomi.

"Kami mesti siapkan secara bertahap dan meyakinkan bahwa Indonesia mempunyai devisa yang baik," katanya di Komplek Istana Kepresidenan, Sabtu (17/8/2013).

Sejak kebijakan stimulus moneter tahap I, II, dan III di AS pada 2009 - 2012, banyak dana mengalir ke negara-negara berkembang. Hal itu membuat pasar modal dan pasar surat utang negara (SUN) menjadi begitu aktif.

Oleh karena itu, wajar apabila ada pembalikan arus keluar apabila quantitative easing dikurangi bahkan dihentikan. "Itu [pembalikan arus modal] bukan merupakan sesuatu yang dapat ditahan," katanya.

Isu tapering off, ujar Agus, mendorong para pengelola dana mereposisi asetnya. Mereka mengubah strategi penempatan dana dengan keluar dulu dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, kemudian mengatur kembali komposisi aset.

"Perlu disikapi secara hati-hati karena akan meminta kebutuhan valas untuk dibawa kembali ke luar negeri."

Di Indonesia, tambahnya, hal tersebut berdampak pada nilai tukar. Namun demikian, Agus menilai pergerakan nilai tukar rupiah masih sesuai dengan kondisi di kawasan.

"Ini temporer. Kalau kemarin-kemarin banyak dana masuk, ketika ini keluar, kita harus bersiap dengan baik," katanya.

Hanya saja, Agus mengingatkan bahwa tekanan terhadap nilai tukar rupiah bukan hanya masalah pengurangan stimulus moneter di AS yang merupakan faktor eksternal.

Defisit neraca pembayaran dan defisit neraca perdagangan, ujar Agus, turut memberikan andil terhadap tekanan nilai tukar. "Ini perlu disikapi."

Agus menuturkan selain isu tentang rencana pengurangan stimulus moneter di AS yang sedikit banyak akan berdampak pada pasar pasar keuangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, pihaknya juga mewaspadai perlambatan ekonomi di China.

China, ujar Agus, merupakan salah satu pasar ekspor Indonesia. Oleh karena itu, perlambatan ekonomi, khususnya koreksi atas pertumbuhan ekonomi di China dari 7,8% menjadi 7,5% berdampak ke Indonesia. "Itu satu area yang mesti kita waspadai."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggi Oktarinda
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper