Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Instabilitas Rupiah Pengaruhi Harga Bahan Baku Baja

Bisnis.com, JAKARTA—Produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) mendesak pemerintah agar melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Bisnis.com, JAKARTA—Produsen baja pelat merah PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) mendesak pemerintah agar melakukan intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.

Direktur Utama Krakatau Steel Irvan Kamal Hakim menuturkan bila tidak segera distabilkan, maka kondisi itu dipastikan akan berimbas pada kinerja industri baja nasional yang semakin memburuk.

Menurutnya, pelemahan rupiah berpengaruh pada semakin mahalnya harga bahan baku karena bahan baku baja saat ini masih banyak diimpor.

“Pemerintah harus bisa menstabilkan nilai tukar rupiah dengan dolar AS, walaupun nilai tukar rupiah berada di level Rp10.200 per dolar AS. Jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus mengalami fluktuatif, pelaku usaha harus mencari titik keseimbangan ketika memproduksi baja,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/8/2013).

Harga baja dunia, kata Irvan, bergantung dengan kondisi ekonomi di China. Jika pertumbuhan ekonomi China mengalami penurunan, maka berpengaruh pada penjualan baja dunia.

Dia menjelaskan setiap penurunan 1% pertumbuhan ekonomi China, maka akan berimbas pada penurunan permintaan baja dunia sebesar 24%.

“Jika pertumbuhan ekonomi China mencapai 7,7% sampai dengan 8%, maka semakin baik pasar baja di dunia Internasional. Intinya, kalau pertumbuhan ekonomi China turun, maka berimbas pada harga jual baja dan permintaan baja yang ada di dunia,” tandasnya.

Kendati begitu, produsen baja pelat merah itu berharap kondisi ekonomi global segera pulih tahun ini sehingga berpengaruh pada perbaikan harga baja dan kinerja perseroan.

Irvan menuturkan produksi dan permintaan produk baja nasional tumbuh sekitar 7%—8% per tahun, tetapi itu tidak diimbangi dengan pertumbuhan nilai penjualan.

“Kondisi ekonomi global yang masih sedang sakit menjadi kata kunci di industri baja saat ini,” ujarnya.

Menurutnya, ketidakstabilan kondisi ekonomi Eropa dan China saat ini telah memicu anjloknya harga baja sejak 2012 lalu sehingga berpengaruh pada penjualan perseroan, baik domestik maupun luar negeri.

Perseroan memilih pasrah menghadapi situasi global yang belum menentu itu sepanjang tahun ini. Langkah yang hanya bisa dilakukan perseroan adalah efisiensi di lini produksi.

Penaikan harga jual produk sebesar 15% di awal tahun ini dinilai belum ampuh untuk memperbaiki kinerja perseroan.

Sebelumnya, lembaga pemeringkat Moody’s merevisi outlook industri baja Asia dari stabil menjadi negatif.

Analis dan Assistant Vice President Moody’s Jiming Zou mengatakan proyeksi negatif itu disebabkan menurunnya laba industri baja di Daratan Asia beberapa kuartal ini. Bahkan, kondisi itu akan berlanjut hingga lebih dari 12 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdiyan
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper