Bisnis,com, JAKARTA – Bank Indonesia memperkirakan laju inflasi selama 2013 akan berkisar 9%-9,8%, akibat tekanan kenaikan harga dari kelompok volatile foods dan administered prices.
Difi A. Johansyah, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), mengatakan inflasi indeks harga konsumsn yang diukur secara tahunan (year on year) diperkirakan masih akan tinggi.
“Namun diukur secara bulanan [month-to-month], inflasi IHK pada Agustus ini akan jauh lebih rendah dari Juli yang lalu, dan diperkirakan akan mulai kembali pada pola normalnya mulai September yang akan datang,” ujarnya Kamis (29/8/2013).
Dengan kondisi tersebut, BI memperkirakan inflasi IHK pada akhir 2013 akan berkisar 9,--9,8%. “Tingginya inflasi terutama berasal dari volatile foods dan administered prices, sementara inflasi inti masih relatif terkendali,” ujarnya.
Difi menambahkan tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah masih berlanjut, baik karena tekanan pasar keuangan global sebagaimana terjadi pada hampir semua negara emerging markets, maupun karena faktor domestik terutama terkait dengan tingginya defisit transaksi berjalan dan inflasi.
Pada Rabu (28/8/2013), Rupiah ditutup pada Rp10.945 per dolar AS, atau terdepresiasi sebesar 11,9% secara point-to-point dari posisi akhir Desember 2012.
BI menilai tingkat nilai tukar Rupiah dewasa ini mencerminkan kondisi fundamental serta mendukung peningkatan ekspor dan penurunan impor dalam proses penyesuaian defisit transaksi berjalan.
“Namun demikian, ketidakpastian perkembangan Rupiah masih relatif tinggi, tercermin pada tingginya volatilitas dan lebarnya kisaran perdagangan, antara lain karena reaksi pelaku pasar yang cenderung berlebihan [overshooting],” ujarnya