Bisnis.com, JAKARTA--Pembentukan Bank Pembangunan Indonesia yang khusus mendanai kredit infrastruktur dinilai mendesak mengingat langkah pemerintahan baru yang berfokus pada pembangunan. Bank khusus ini perlu dibentuk dengan memperjelas peran-peran bank di Indonesia.
Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono mengatakan entitas industri perbankan di Indonesia tak memiliki peran yang jelas, mengingat setiap bank harus masuk ke semua sektor. Padahal, lanjut dia, seharusnya perlu ada bank yang memiliki peran khusus.
Menurut Sigit, pada awal Desember mendatang, pihaknya akan menyuarakan usul pada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk membentuk Masterplan Perbankan Nasional yang di dalamnya mengatur tentang pembentukan bank-bank dengan peran khusus termasuk Bank Pembangunan Indonesia (BPI).
"Dalam rancangan BPI ini, nantinya merupakan mega merger kelompok bank pembangunan daerah (BPD). Sekarang itu BPD kebanyakan hanya membiayai konsumer dan kepentingan Gubernur, Bupati, dan Walikota daerah. Peran pembangunannya di mana?," ujar Sigit di Jakarta, pekan ini.
Adapun, sejalan dengan pembentukan BPI ini, dikatakan Sigit, juga perlu adanya bank-bank khusus antara lain seperti bank pertanian dan perikanan, bank komersial, serta bank perumahan. Namun menurutnya, pembentukan bank khusus tersebut tak perlu membentuk bank baru.
Sementara itu, mengomentari kepemilikan asing yang dinilai beberapa pihak perlu diatur besaran kepemilikannya di Indonesia, Sigit menuturkan hal tersebut bukan merupakan isu utama. Menurutnya, dengan membatasi kepemilikan asing hanya akan membuat posisi Indonesia tercoreng di mata asing. Pasalnya, dulu Indonesia yang menawarkan pada investor asing untuk berinvestasi di sektor perbankan di Tanah Air. "Kalau sekarang dibatasi kan aneh, sementara dulu ditawarkan," tutur Sigit.
Menurutnya, jika DPR akan melalukan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan, hal-hal prinsip saja yang perlu diatur. Misalnya, keberadaan bank asing di Indonesia harus berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Nantinya usulan Masterplan Perbankan Nasional, dinilai Sigit harus dibentuk oleh parlemen dan setara Undang-Undang sehingga berlaku dalam jangka panjang.
Sementara itu, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Budimanta mengatakan banyaknya bank yang dimiliki asing di Indonesia bukanlah hal yang perlu ditakutkan. Apalagi, lanjut Arif, untuk mengejar peningkatan pendapatan perkapita yang tinggi, setidaknya ekonomi harus tumbuh minimal 7%.
"Sementara fiskal ketat [untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 7%]. Jadi sekarang tinggal bagaimana kepiawaian pemerintah mengkanalisasi pemilik dana [yang mayoritas asing] ke pertumbuhan ekonomi," tutur Arif.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Bank Asing Indonesia Joseph Abraham mengatakan hingga kini posisi kredit terhadap produk domestik bruto (PDB) di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara lain atau baru mencapai 35%. Menurutnya, jika ada peraturan yang memperketat kepemilikan asing di industri perbankan, akan membatasi investor yang berniat berinvestasi di sektor tersebut.
"Intinya perlu mengembangkan sektor perbankan di Indonesia yang masih kecil. Jadi jangan pandang kami sebagai lawan, tapi partner," tutur Joseph.