Bisnis.com, BANDUNG - Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf meminta pemerintahan Jokowi-JK segera meningkatkan fasilitas kesehatan primer agar mampu memberikan pelayanan maksimal bagi seluruh peserta BPJS Kesehatan.
Seperti diketahui, kekhawatiran utama dunia usaha terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah mutu dan ketersediaan layanan kesehatan sesuai kebutuhan pekerja. Keterbatan layanan JKN akan menyebabkan pekerja butuh waktu ekstra untuk berobat karena harus mengantre.
Menurut Dede, skala perbandingan rumah sakit saat ini adalah 1:20. Artinya, masih ada 20 rumah sakit yang perlu dikembangkan. Untuk daerah yang berpenduduk banyak perlu ditambah lagi rumah sakitnya. Itu artinya, adanya pembangunan rumah sakit ini akan membantu pemerintah program kesehatan 2015-2016.
Kekurangan rumah sakit terjadi secara merata di seluruh nusantara. Jabar sebenarnya jauh lebih hanya jumlah penduduknya terlalu besar sehingga rumah sakit masih terpusat di kota besar seperti Bandung dan Bekasi. Sedangkan daerah yang lain masih kurang sekali.
"Saat ini peserta BPJS Kesehatan itu mencapai 186 juta orang. Artinya, penambahan fasilitas harus mulai dilakukan sejak dari fasilitas prima seperti puskesmas. Oleh karena itu, anggaran kesehatan harus ditambah. Karena kalau tidak ditambah tentu tidak akan berdampak terhadap peserta BPJS Kesehatan," katanya, kepada wartawan usai Grand Opening Santosa Hospital Bandung Kopo, akhir pekan ini.
Tidak ada pilihan bagi pemerintah kecuali meningkatkan anggaran pembangunan fasilitas kesehatan. Rumah sakit dan puskesmas dengan fasilitasnya harus ditambah. Saat ini, Komisi IX sedang bernegosiasi dengan pemerintah untuk memberikan fasilitas tambahan tersebut.
"Mudah-mudahan dalam rapat koordinasi dengan Kemenkes yang akan dilaksanakan pada Senin [19/1] segera ada keputusan baru. kita lihat apakah pemerintahan Jokowi ini serius mendukung program kesehatan tersebut," ujarnya.
Pemerintah bisa memaksimalkan dana cukai sebesar Rp117 triliun untuk menambah fasilitas kesehatan tersebut. Pasalnya, selama ini dana cukai banyak terpakai untuk hal-hal selain kesehatan.
Seandainya 50% saja dipakai untuk kesehatan, lanjut Dede, maka akan ada dana tambahan untuk kesehatan ditambah dana yang telah dialokasikan Rp40 triliun menjadi Rp85 triliun. Dana sebesar itu, jauh lebih bisa meningkatkan performa layanan kesehatan.
Disinggung mengenai tenaga dokter menurutnya sudah banyak. Hanya yang perlu dilakukan penambahan adalah tenaga non dokter seperti bidan, farmasi, apoteker dan tenaga laboratorium.
"Memang sudah ada moratorium untuk PNS. Yang diminta tambahan itu dokter, dokter gigi dan bidan serta tenaga non dokter," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Jabar Alma Lucyati menyebutkan bahwa saat ini jumlah sakit di Jabar mencapai 303 unit. Dengan jumlah sebanyak itu sebenarnya cukup, hanya tempat tidur pasien yang masih kurang.
Salah satu upaya yang dilakukan terkait kurangnya tempat tidur pasien dengan memfungsikan tempat tidur yang di puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar).
Untuk jumlah dokter, sudah mencukupi hanya penyebaran yang belum merata. Kebanyakan dokter terpusat di perkotaan. Jumlah dokter pada umumnya disesuaikan dengan jumlah penduduk.
"Di Kuningan jumlah dokternya sedikit karena jumlah penduduk disana juga sedikit. Begitu juga di Sukabumi. Seolah dokter kurang padahal penduduknya sedikit. Beda dengan Bandung, Bogor, Cimahi jumlah penduduknya banyak sehingga dokternya juga banyak," paparnya.