Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEMBATASAN SAHAM ASING: Allianz Siap Lepas Saham ke Publik

Jika pemerintah secara resmi membatasi kepemilikan saham asing pada perusahaan asuransi, PT Asuransi Allianz Life Indonesia akan melepas sahamnya ke publik.

Bisnis.com, JAKARTA—Jika pemerintah secara resmi membatasi kepemilikan saham asing pada perusahaan asuransi, PT Asuransi Allianz Life Indonesia akan melepas sahamnya ke publik.

Direktur Utama Allianz Life Joachim Wessling menyatakan pihaknya lebih memilih melepas saham ke publik untuk menarik investor lokal. “Ketika pemerintah mengeluarkan aturan baru itu, kami tidak ada jalan untuk bilang tidak mau, kami harus ikuti aturan,” ujarnya seperti dikutip Bisnis.com, Senin (16/2/2015).

Dia menjelaskan pihaknya memahami pembatasan kepemilikan asing bukanlah untuk membatasi ruang gerak asing, tetapi untuk memberi kesempatan bagi investor lokal berinvestasi. Secara prinsip, Joachim menyatakan setuju dengan tujuan membuka kesempatan berinvestasi bagi investor lokal tersebut.

Sebagai gambaran, Undang-undang Perasuransian yang baru disahkan legislator akhir tahun lalu mengamanatkan pembentukan peraturan pemerintah (PP) untuk menentuka batas kepemilikan saham asing di Industri asuransi.

Pembatasan tersebut awalnya direncanakan termaktub dalam UU Perasuransian tersebut. Hanya saja, perdebatan alot antara pemerintah dan DPR tidak menemukan titik temu. Pemerintah menginginkan 80%, sedangkan DPR menginginkan 49%. Akhirnya, pembatasan kepemilikan asing itu diamanatkan untuk diatur dalam peraturan pemerintah.

Berdasarkan situs resmi Allianz, sebanyak 99,76% saham PT Asuransi Allianz Life Indonesia dimiliki oleh Allianz Asia Pacific & Africa GmbH. Sedangkan sisanya, sebesar 0,24% dimiliki PT Kresna Karya.

“Kalau regulasi di Indonesia membolehkan kami memiliki 100% saham, kami tentu akan senang. Kami tidak senang menjualnya,” ungkap Joachim. Menurutnya, bisnis model dan keuntungan yang baik menjadi alasan bagi Allianz untuk ingin mempertahankan 100% kepemilikan sahamnya.

Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa Allianz menghadapi berbagai perbedaan aturan di beberapa negara. Di Eropa dan Amerika, misalnya. Kepemilikan asing bisa mencapai 100%. Namun, di India, Allianz hanya bisa memiliki 24% sahamnya.

“Negara-negara berkembang pada umumya membatasi kepemilikan asing, tetapi negara maju tidak. Saya mengerti alasan Indonesia ingin melakukan itu, tetapi saya juga mengerti akan ada keterbatasan dari membatasi kepemilikan asing,” jelasnya.

Beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana memangkas kepemilikan asing hingga 60%.  “Ini [rencana] akan dituangkan ke dalam peraturan pemerintah [PP] sebagai aturan turunan dari UU Perasuransian. Yang pasti, usaha pengurangan kepemilikan asing itu akan dilakukan secara bertahap,” kata Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK.

Sayangnya, Firdaus tidak menyebutkan jangka waktu yang dibutuhkan perusahaan asuransi untuk mengurangi kepemilikan asing.

Sementara itu, Asosiasi meminta regulator memberikan waktu selama 5 tahun-10 tahun bagi perusahaan asuransi existing untuk melakukan penyesuaian jika pembatasan modal asing ditetapkan bagi perusahaan asuransi.

Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengatakan, waktu tersebut dibutuhkan untuk menarik investor lokal. “Kalau untuk yang baru, saya pikir aturan itu tidak ada masalah, tapi untuk yang existing, harus dipikirkan solusinya,” ujarnya.

Menurutnya, waktu lima tahun dibutuhkan jika regulator dan pemerintah membatasi saham asing menjadi 80%. Akan tetapi, jika angka yang disepakati adalah 49%, maka waktu yang dibutuhkan akan lebih panjang, yakni 10 tahun.

Julian memarkan, investor lokal di umum masih cukup dominan. 10 besar perusahaan asuransi umum masih banyak dipegang perusahaan lokal. Dia memaparkan, dari total 81 perusahaan asuransi, joint venture di asuransi umum hanya sekitar 13 perusahaan dengan market sharehanya 19%.

Hal berbeda terjadi di industri asuransi jiwa. “Kalau di jiwa kan pemain besarnya kebanyakanjoint venture, nah itu juga harus dipikirkan,” katanya.

Senada dengan Julian, Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim menyatakan berapapun angkanya, pemerintah harus memikirkan perusahaan yang sudah ada sebelum aturan tersebut diundangkan. “Itu kalau peraturannya berlaku surut,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper