Bisnis.com, JAKARTA—Kalangan bankir sedang menunggu proyek yang jelas di sektor konstruksi untuk mengalirkan pinjaman, mengingat dalam jangka panjang segmen tersebut bakal memiliki dampak domino positif bagi perekonomian.
Presiden Direktur PT Bank Internasional Indonesia Tbk. Taswin Zakaria mengakui hingga kini dari total portofolio pinjaman yang disalurkan pihaknya, porsi kredit konstruksi masih minim atau di bawah 5%. Penyebabnya, pihaknya amat ketat menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit konstruksi.
“Tapi kami tunggu kalau ada proyek yang jelas. Karena kami juga berharap banyak ke sektor konstruksi meski NPL [non-performing loan] agak naik, tapi itu yang duluan berdampak,” ujar Taswin di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Hingga kuartal I/2015, BII telah menyalurkan kredit senilai Rp101,3 triliun atau tumbuh 6,2% secara year on year (y-o-y).
Penyaluran kredit tersebut ditopang segmen business banking yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 15% menjadi Rp41,6 triliun.
Segmen ritel juga turut menopang pertumbuhan pinjaman BII atau naik sebesar 14,7% y-o-y.
Penyaluran pembiayaan melalui unit syariah juga tercatat meningkat signifikan sebesar 116,2% menjadi Rp7,4 triliun.
Sementara itu, dari data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan secara nasional, penyaluran kredit ke sektor kontruksi pada April 2015 naik 27,81% y-o-y menjadi Rp153,32 triliun dari Rp119,95 triliun di bulan yang sama tahun sebelumnya.
Namun, NPL di sektor ini melaju lebih cepat sebesar 59,62% y-o-y dari Rp5,28 triliun pada April 2014 menjadi Rp8,43 triliun di bulan yang sama tahun ini.
Dengan kenaikan NPL tersebut, hingga bulan keempat tahun ini, rasio NPL sektor kontruksi telah mencapai 5,5% atau naik 110 basis poin (bps) dari 4,4% pada April 2014.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menuturkan kendati secara nasional NPL kredit konstruksi telah berada di atas posisi 5,5%, tapi dalam jangka panjang, sektor tersebut tetap menjanjikan.
“Sekarang yang punya prospek hanya infrastruktur. Perbankan juga bisa mengambil momentum ini [menggenjot kredit konstruksi] karena pemerintah mulai berfokus dan menggenjot infrastruktur,” jelas Tony.
Apalagi menurutnya, hingga kini segmen kredit lain yang selama ini mencatatkan pertumbuhan kinclong pun mulai menunjukkan perlambatan. Tony mencontohkan segmen konsumer yang melambat akibat pelemahan rupiah yang menekan keyakinan konsumen.
Secara keseluruhan, Tony meyakini jika pemerintah berhasil menggenjot peningkatan belanja modal pada tahun ini, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berada di posisi 5,1%.
Dengan posisi pertumbuhan ekonomi tersebut, setidaknya kredit perbankan secara nasional bisa tumbuh di posisi 12% hingga akhir tahun nanti.
“Karena perbankan juga akan lebih hati-hati menyalurkan kredit,” kata Tony.
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Bank ANZ Indonesia Ajay Mathur mengatakan pihaknya tetap mendukung penyaluran kredit ke sektor konstruksi melihat arah kebijakan pemerintah Indonesia yang juga mengarah ke pengembangan dan pembangunan infrastruktur.
Kendati demikian, Ajay menuturkan pihaknya tetap mengutamakan kehati-hatian dalam menyalurkan pinjaman ke sektor ini.
“Kredit infrastruktur kami tidak lebih dari 20% [terhadap total portofolio kredit Bank ANZ] karena sektor lain juga tetap tumbuh,” jelas Ajay.