Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BIRO KREDIT SWASTA, APPI Jual ke Taspen

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia melepas saham di PT Pefindo Biro Kredit (PBK), perusahaan yang bergerak sebagai biro kredit swasta, ke PT Taspen.nn
Ilustrasi/www.pefindobirokredit.com
Ilustrasi/www.pefindobirokredit.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia melepas saham di PT Pefindo Biro Kredit (PBK), perusahaan yang bergerak sebagai biro kredit swasta, ke PT Taspen.

Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), menuturkan kepemilikan ini bukan untuk mencari keuntungan. Kepemilikan oleh asosiasi agar perusahaan pembiayaan merasakan manfaat hadirnya lembaga pengelola informasi perkreditan (LPIP) yang diwajibkan oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk diikuti.

"Biar ada keuntungan tambahan untuk anggota," kata Suwandi kepada Bisnis.com di Jakarta yang dikutip, Rabu (6/1/2016).

Dia mengatakan APPI didirikan bukan untuk tujuan bisnis. Dengan pertimbangan ini maka saham yang digenggam akan seminimal mungkin. "Sekitar 1%," katanya.

Johny Taufik, Vice Presiden Pefindo Biro Kredit (PBK) mengatakan sebagai biro kredit swasta pertama di Indonesia pihaknya saat ini terdiri dari sejumlah pemegang saham. Pemilikan terbesar digenggam oleh PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo/51%), Pegadaian (23,4%), Telkom Sigma (10%), APPI (10%), dan CIC sebesar (5,6%).

Dia mengatakan pemegang saham baru yakni PT Taspen juga telah masuk dan tengah merampungkan administrasi. Taspen yang bergerak dalam asuransi untuk pegawai negeri itu akan mengambil alih sebagian besar saham APPI. Taufik mengatakan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) juga tengah menunggu persetujuan Kementerian BUMN untuk menjadi pemegang saham PBK.

"Modal dasar kami Rp200 miliar. Yang sudah ditempatkan Rp85 miliar. Nanti (jika Jamkrindo jadi bergabung) totalnya menjadi Rp91 miliar. Rencananya akan menerbitkan saham baru. Yang lain akan terdilusi," kata Johny.

PROSEPEK

Ronald T. Andi Kasim, Presiden Direktur PBK, mengatakan meski jenis usaha baru di Indonesia, pihaknya optimis dapat diterima pasar. Dia menargetkan hingga akhir tahun sudah impas dalam operasional bisnis. Akan tetapi dia tidak menjelaskan besaran pendapatan yang ditargetkan.

"Izin usaha kami terbit 22 Desember lalu. Ini Industri baru di Indonesia. Selama ini bank dan pembiayaan mengandalkan BI Checking. Kami menawarkan tambahan [data]," katanya.

Ronald mengatakan pihaknya akan mengumpulkan data debitur di Bank Indonesia, data nasabah perusahaan pembiayaan, data Nomor Induk Kependudukan, data pengguna telepon serta listrik, data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dari dari Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan.

Data ini kemudian akan dianalisis sehingga mencerminkan nilai kepatuhan dan risiko seorang debitur sebelum mendapat tambahan fasilitas pinjaman. "Selama ini multifinance dan perbankan kesulitan akses data penuh. Hasilnya akan muncul diskor apakah calon debitur taat melaporkan pajak, belum bayar listrik maupun kewajiban lainnya," kata Ronald.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anggara Pernando
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper