Bisnis.com, PADANG—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan sejak 2005 sudah mencabut izin 13 bank perkreditan rakyat (BPR) di daerah itu, disebabkan kesalahan manajemen.
Kepala OJK Perwakilan Sumbar Indra Yuheri menyebutkan regulator mencabut izin 13 BPR sejak 2005. Terakhir, 22 Januari 2016 lalu dengan mencabut izin BPR Mitra Bunda Mandiri di Kabupaten Pesisir Selatan.
“Umumnya karena kegagalan manajemen, sehingga menyebabkan keuangan bank menjadi lumpuh,” katanya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Dengan penutupan BPR terakhir itu, maka jumlah BPR di daerah itu tinggal tersisa 99 unit. Namun jumlah itu masih berpotensi mengerucut karena satu BPR lainnya, yakni BPR Mitra Dana di Kabupaten Pasaman tengah dalam status pengawasan khusus.
Indra mengharapkan tidak ada lagi BPR yang dicabut izinnya di daerah itu, karena peran bank rakyat sebetulnya sangat strategis untuk menjangkau masyarakat di pelosok daerah yang tidak terakses bank umum.
Dia mengatakan OJK menerapkan program recycling terhadap seluruh BPR tahun ini, dengan penyegaran kembali tenaga funding officer perbankan, pendidikan untuk internal control, evaluasi berkelanjutan per semester, dan meningkatkan peran apex bank.
Adapun, sepanjang tahun lalu kinerja BPR Sumbar tercatat aset berkisar Rp1,5 triliun atau tumbuh 6,98%, kredit tumbuh tipis 2,85% atau Rp1,17 triliun dan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) Rp1,17 triliun atau tumbuh 14,45%. Sedangkan rasio kecukupan modal bank mencapai 17%.
Sementara itu, Direktur Likuidasi Bank Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono mengatakan dari 13 BPR yang dicabut izinnya itu baru 8 BPR yang sudah selesai likuidasinya.
“Kalau secara nasional, sudah 68 bank yang dicabut izinnya, dengan 67 BPR dan 1 bank umum. Sebanyak 57 bank sudah selesai prosesnya,” ujar Didik.
Dia mengatakan dari jumlah bank tersebut, nilai pembayaran yang dikeluarkan LPS mencapai Rp690 miliar.