Bisnis.com, TOKYO – Bank of Japan (BOJ) tetap menahan suku bunga acuan namun meningkatkan penilaiannya terhadap perekonomian Negeri Sakura.
Sesuai ekspektasi sejumlah pihak, BOJ mempertahankan tingkat suku bunga negatif 0,1% untuk sejumlah cadangan bank (bank reserves) serta kembali mempertahankan imbal hasil obligasi pemerintah 10tahun di kisaran 0%.
Membaiknya permintaan dan hasil produksi di negara-negara berkembang Asia memberikan sinyal kepada Bank Sentral bahwa perekonomian sedang menuju pemulihan yang stabil.
Tren tersebut diperkuat dengan kenaikan pada ekspor, perbaikan pada sentimen bisnis, serta ketahanan pada konsumsi swasta di Jepang.
“Ekonomi Jepang menunjukkan tren pemulihan secara moderat,” tulis pernyataan resmi BOJ saat mengumumkan kebijakan, Selasa (20/12/2016).
Namun, BOJ memperingatkan bahwa dampak dari kebijakan moneter AS di pasar global dapat menimbulkan risiko. Kenaikan suku Bunga acuan The Fed dapat menggangu arus modal emerging market.
Bank Sentral bahkan merevisi pandangannya terkait konsumsi rumah tangga, yang saat ini dipandang sebagai titik lemah bagi ekonomi negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut.
Adapun, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda mengatakan terlalu dini untuk mempertimbangkan menaikkan yield bank sentral mengingat inflasi masih jauh dari target 2%.
“Ini bukan pada posisi bahwa yield oblihgasi pemerintah Jepang diputuskan naik bersamaan dengan tingkat suku bunga jangka panjang di luar negeri atau bahwa [setiap perbaikan ekonomi] akan mendorong kami untuk meningkatkan yield,” ujar Kuroda.
PELEMAHAN YEN
Kuroda juga menegaskan bahwa Bank Sentral tidak melihat adanya masalah terkait melemahnya mata uang yen terhadap mata uang dollar.
Dengan jatuhnya yen, Kuroda mengatakan akan membantu meningkatkan inflasi serta meningkatkan harga impor.
Hal itu tentu menguntungkan BOJ yang berharap inflasi negeri sakura bisa terkerek, yang juga merupakan bagian dari rencana menyudahi stagnasi ekonomi.
"Ada potensi bahwa penyimpangan dalam arah kebijakan moneter dapat mempengaruhi pergerakan mata uang. Tapi untuk saat ini, saya tidak melihat yen yang jatuh akan menjadi masalah,” ujarnya.
Suku bunga jangka panjang Jepang telah meningkat seiring dengan yield obligasi global terkait ekspektasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat dan kebijakan inflasi yang didorong oleh terpilihnya Presiden AS Donald Trump.
Mayoritas Ekonom dalam survey menyatakan tidak melihat adanya langkah pelonggaran tambahan sebelum Gubernur Haruhiko Kuroda mengundurkan diri pada April 2018.
“Tidak perlunya lebih banyak pelonggaran bukan berarti BOJ bebas dari masalah. Mereka menyebutkan dapat mengendalikan pasar obligasi dan pasar telah memberi mereka tantangan,” ujar Naomi Muguruma, Ekonom pasar senior Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities Co.
Pemerintah Jepang hari ini juga merilis prediksi kenaikan produk domestik bruto (PDB) real sebesar 1,5% pada tahun fiskal mendatang yang dimulai 1 April. Adapun, pertumbuhan nominal akan naik menjadi 2,5% sedangkan harga konsumen secara keseluruhan akan naik 1,1%.