Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja memperkirakan adanya potensi pengetatan likuiditas. Hal ini lantaran adanya permintaan kredit yang tinggi seiring dengan gencarnya pembangunan infrastruktur yang dibarengi dengan kesulitan perbankan untuk menghimpun dana pihak ketiga.
Oleh karena itu, Jahja menilai bila relaksasi giro wajib minimum perlu dilakukan sebagai solusi untuk memperlonggar likuiditas perbankan.
“Kami yakin Bank Indonesia akan punya pertimbangan-pertimbangan tersendiri bilamana waktunya diperlukan menurunkan GWM. Tentu hal tersebut akan sangat membantu tambahan likuiditas,” katanya di Jakarta, pekan lalu.
Dia mengatakan kebijakan BI Rate belum dapat memberikan solusi untuk likuiditas perbankan. Menurutnya kebijakan tersebut hanya berpengaruh pada interbank dan soft loan yang hanya dapat diandalkan untuk likuiditas jangka pendek.
“Padahal kalau untuk kondisi likuiditas, yang pertama-tama dipengaruhi DPK. Bank tidak berani mengandalkan DPK dari interbank, karena belajar dari kondisi 1997 – 1998 di mana bank-bank yang mengandalkan perkembangannya pada interbank akan habis pada saat itu karena suku bunga naik sampai 120%,” katanya.
Selain penurunan GWM, menurut Jahja industri perbankan juga harus lebih menyeimbangkan antara penyaluran kredit dengan penghimpunan DPK. “Obat untuk likuiditas ketat ini adalah bank secara industri jangan terlalu agresif lepaskan pinjaman, artinya jangan melebihi kemampuan pasar,” jelasnya.