Bisnis.com, JAKARTA – Pemenuhan kebijakan pemegang saham pengendali yang merupakan amanah Undang-undang No. 40/2014 tentang Perasuransian masih berupaya dipenuhi oleh sejumlah grup usaha di sektor asuransi yang wajib merealisasikannya kendati telah melewati tenggat yang ditetapkan, yakni pada Oktober 2017.
Regulasi tersebut, khususnya Pasal 16, menyatakan bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada satu perusahaan asuransi jiwa, satu perusahaan asuransi umum, satu perusahaan reasuransi, satu perusahaan asuransi jiwa syariah, satu perusahaan asuransi umum syariah, dan satu perusahaan reasuransi syariah. Namun, ketentuan ini tidak berlaku apabila pemegang saham pengendali adalah Negara Republik Indonesia.
Lebih lanjut, pada Pasal 85, UU yang disahkan dan diundangkan pada 17 Oktober 2014 ini menyebutkan bahwa PSP yang tergolong dalam ketentuan tersebut wajib menyesuaikan paling lama tiga tahun.
Plt. Direktur Kelembagaan dan Produk Industri Keuagan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan Asep Iskandar menjelaskan sejauh ini sebenarnya sudah ada perkembangan yang baik terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham pengendali (PSP) atau single presence policy tersebut. Sejumlah perusahaan atau grup usaha asuransi sudah merealisasikannya, seperti Sun Life, Axa dan Panin.
Sementara itu, beberapa lainnya, yakni Sinar Mas dan PT Asuransi Central Asia (ACA) masih berproses. “[Sinar Mas dan ACA] untuksingle presence policy-nya masih proses. Tinggal tunggu dokumen administratif realisasi saja,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (6/2/2018).
Asep belum bisa merincikan bagaimana mekanisme konsolidasi atau pengalihan saham dalam upaya pemenuhan ketentuan tersebut pada setiap grup atau usaha asuransi. Kendati begitu, dia menegaskan bahwa OJK tetap memantau pelaksanaan kewajiban amanah UU Perasuransian tersebut.
Baca Juga
Terkait tenggat pemenuhan kebijakan itu, Asep mengatakan sebelum Oktober 2017 perusahaan dan grup usaha yang terdampak sudah menyampaikan rencana bisnisnya. Proses pemenuhan itu pun dinilai tidak mudah.
Namun, dia belum bisa berkomentar terkait sanksi atas molornya pemenuhan kebijakan tersebut. “Untuk sanksi ada kewenangannya di pengawas.”
Plt. Deputi Komisioner IKNB II OJK Moch. Ihsanuddin, yang membawahi bagian pengawasan, belum memberikan keterangan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi tersebut.