Bisnis.com, JAKARTA — Guna merangsang permintaan kredit manufaktur, pemerintah dinilai perlu memberikan perhatian kepada sejumlah lapangan usaha yang padat karya dan padat modal, seperti industri garmen.
Chairman Mandiri Institute Chatib Basri mengatakan, sebaiknya Indonesia melakukan pemulihan bertahap mulai dari manufaktur padat karya, lalu padat modal, barulah menjangkau perusahaan-perusahaan teknologi.
Chatib mencontohkan beberapa negara tetangga RI yang pertumbuhan ekonominya melejit, seperti Singapura, Filipina, dan Vietnam. Sementara di Tanah Air perekonomian stagnan melaju di kisaran 5%. Kontradiksi ini terpengaruh sesubur apa kinerja industri manufaktur negara-negara bersangkutan.
“Kenapa negara-negara itu tiba-tiba pertumbuhan ekonominya bisa lompat dengan cepat, tetapi Indonesia tidak mengalaminya? Hal itu karena mereka basisnya manufaktur. Jadi ketika Amerika pulih, mereka juga ekonominya cepat pulih,” ujarnya, Rabu (7/2/2018).
Segmen manufaktur yang dinilai Chatib realistis untuk dipacu adalah padat karya yang sekaligus padat modal, seperti industri garmen. Apalagi semisal garmen ini banyak yang berorientasi ekspor, di samping itu juga menyerap relatif banyak tenaga kerja.
“Kalau mau memacu manufaktur padat teknologi kita tidak bisa langsung lompat ke sana,” ucap Chatib.
Berdasarkan data Bank Indonesia per Desember tahun lalu diketahui penyaluran kredit modal kerja ke industri pengolahan tumbuh 7,2% (yoy) menjadi Rp576,9 triliun. Untuk kredit investasi ke lapangan usaha ini tercatat turun 0,6% menjadi Rp227 triliun.