Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Jepang (BOJ) tetap menahan program stimulus longgarnya di dalam RDG 30-31 Juli 2018. Namun, otoritas moneter Negeri Sakura itu berjanji akan mengurangi ‘efek samping’ dari kebijakan ultra longgarnya.
Hal itu pun menandakan bahwa BOJ masih pesimistis target inflasi 2% akan tercapai dalam waktu dekat.
Di dalam rapat kebijakan yang berlangsung pada 30-31 Juli 2018, BOJ mengumumkan suku bunga untuk jangka pendek akan dibiarkan di area -0,1% “untuk beberapa saat” dan yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun juga akan ditahan di sekitar 0%.
Namun, BOJ mengungkapkan bahwa bank sentral akan membuka peluang suku bunga untuk jangka panjang berfluktuasi sesuai dengan perkembangan ekonomi. Selain itu, BOJ juga akan mengubah cara pembelian obligasinya dengan lebih fleksibel.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda menyampaikan, beberapa perubahan kebijakan tersebut diambil untuk mengurangi spekulasi bahwa BOJ mulai mengarah kepada pengetatan moneter atau menaikkan suku bunga,
“Kami mengambil langkah supaya dapat melanjutkan program stimulus moneter karena ternyata memakan waktu cukup lama untuk mencapai target inflasi,” kata Kuroda, seperti dikutip Reuters, Selasa (31/7/2018).
Adapun BOJ juga memangkas target inflasinya menjadi 1,1% untuk tahun fiskal yang dimulai per Maret 2018, atau turun dari sebelumnya 1,3%. Sementara perkiraan inflasi untuk tahun fiskal 2019 juga dikurangi menjadi 1,5%, dari sebelumnya 1,8%.
Keputusan tersebut pun memperlihatkan bahwa BOJ semakin kekurangan perangkat untuk memacu inflasi di saat bank sentral utama dunia lainnya mulai bergerak ke pengetatan dan bersiap untuk menghadapi resesi selanjutnya.
“BOJ telah melakukan semua semampunya. BOJ berhasil membuat acuan fleksibel untuk mengendalikan kurva yield tanpa menguatkan yen [yang dapat memengaruhi inflasi],” kata Takehiro Noguchi, Ekonom Senior di Mizuho Research Institute.
Selain itu, Kuroda menyampaikan, bank sentral akan mengizinkan pergerakan yield obligasi bertenor 10 tahun menguat setidaknya hingga 0,2%, atau naik dari sebelumnya 0,1%.
Selanjutnya, pembelian aset berisiko yang dilakukan BOJ juga dapat berfluktuasi atau bahkan bisa berkurang dari target bank sentral yang sebelumnya mematok pembelian obligasi sebesar 6 triliun yen (US$53,78 milair) per tahun.
Adapun yang membuat RDG BOJ kali ini berbeda dari sebelumnya adalah panduan yang diberikan BOJ untuk pasar terkait kebijakan yang akan diambilnya.
Sebelumnya, BOJ hanya membiarkan pasar berspekulasi mengenai masa depan kenaikan suku bunga atau pengetatan dari kebijakan moneter ultra longgar.
“Ada spekulasi di pasar bahwa BOJ akan keluar lebih awal dari program stimulus, atau menaikkan suku bunga. Dengan panduan ini, kami berharap spekulasi itu berubah,” tutur Kuroda.
Analis menilai, BOJ tetap dapat mengubah arah kebijakannya menjadi normalisasi kendati bank sentral terlihat tidak terburu-buru untuk menaikkan suku bunga
“Menurut saya, BOJ sukses menangani skema kebijakannya supaya tidak terlalu berdampak ke pasar, yaitu dengan memperkenalkan panduan untuk pengetatan di kemudian hari,” kata Hiroaki Mutou, Kepala Ekonom di Tokai Tokyo Research Institute.