Bisnis.com, JAKARTA -- "Banyak yang tanya, kenapa saya datang? Padahal banyak BUMN listing saya tidak datang." Kalimat bernada candaan itu muncul dari mulut Menteri BUMN Rini Soemarno. Pertanyaan itu sekaligus mewakili puluhan investor, self regulatory organization (SRO), dan masyarakat yang sering hadir di berbagai acara Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selama ini, perempuan tersebut memang sangat jarang hadir di pasar modal. Pun saat perusahaan pelat merah ataupun anak usaha BUMN mencatatkan sahamnya di bursa efek, Rini selalu absen.
Namun kali ini, Rini hadir dalam acara pencatatan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Mandiri GIAA01. Apa alasannya? "BUMN listing di bursa sudah terlalu sering. Kali ini saya memberikan special atention untuk Garuda," jawabnya.
Perlakuan khusus Rini terhadap PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. itu bukannya tanpa alasan. Sebab, kata Rini, hampir seluruh publik terutama media menyoroti emiten penerbangan bersandi GIAA tersebut. Mulai dari kinerja keuangan, sampai kisruh manajemen dengan pekerja.
Termasuk, kisruh antara manajemen dan pilot Garuda yang telah terjadi sejak lama. Tuntutan mereka di antaranya yakni evaluasi terhadap kinerja keuangan dan struktur manajemen perseroan.
Para pekerja juga meminta salah satu direksi dicopot untuk merampingkan dan menghemat pengeluaran perusahaan. Selain itu, para pilot mengancam mogok kerja lantaran proses rekrutmen pilot Garuda dengan sistem kontrak dinilai membahayakan kondisi perusahaan.
Permasalahan ketenagakerjaan di tubuh Garuda memang cukup pelik. Apalagi, di perusahaan tersebut tidak hanya ada satu serikat pekerja. Seorang pengacara yang aktif mendampingi serikat pekerja di Garuda juga mengatakan hal sama. "Masalah tenaga kerja di perusahaan itu sangat runyam," kata dia.
Masalah keuangan tidak jauh beda. GIAA masih terus mencatatkan kerugian. Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan perseroan, GIAA membukukan rugi bersih sebesar US$116,86 juta selama semester I/2018, mengecil 58,55% dibandingkan kerugian bersih yang diderita perseroan pada semester I/2017 yang mencapai US$281,92 juta.
Pendapatan GIAA pada semester I/2018 mencapai US$1.998,7 juta, naik 5,9% dibandingkan dengan semester I/2017 yang senilai US$1.886,9 juta. Beban perseroan naik 0,3% dari US$2.101,5 juta pada semester I/2017 menjadi US$2.106,7 juta pada semester I/2018. Sedangkan Ebitda niak 29,5% dari US$377,3 juta menjadi US$488,8 juta.
Dua hal tersebut sudah cukup dijadikan alasan bagi Rini untuk memberikan perhatian khusus terhadap GIAA. "Garuda sering mendapat special attention dari publik termasuk gara-gara kasus pilot kemarin itu. Saat-saat seperti ini tentunya saya hadir" tegasnya.
Kata dia, pemerintah tidak akan diam dengan segala polemik yang ada dalam Garuda. Penerbitan KIK EBA ini menurut Rini menjadi salah satu upaya perseroan untuk menstabilkan kinerja keuangan. Besarnya minat investor terhadap penerbitan KIK EBA ini, menurut Rini membuktikan bahwa masyarakat masih percaya terhadap Garuda.
Di sisi lain, dia meminta kepada seluruh masyarakat untuk turut berperan menjaga kinerja perusahaan pelat merah ini. Kata dia, jika publik tidak mampu membeli tiket garuda, maka setidaknya menggunakan maskapai penerbangan yang masih terafiliasi, yakni Citilink.
"Kita harus jaga BUMN agar sehat secara keuangan dan memastikan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Kalau bisa semua naik Garuda, atau paling tidak Citilink sehingga keuangan garuda bisa terjaga," imbaunya.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Helmi Imam Satriyono menjelaskan, ada sejumlah mekanisme yang disiapkan perseroan untuk menangani utang, terutama yang berasal dari perbankan.
Yakni dengan melaksanakan pendanaan alternatif bersama, penerbitan global bond, sekuritisasi, sindikasi, dan mekanisme secara bilateral. "Salah satunya bilateral atau beberapa mereka memang akan diperpanjang lagi, jadi roll over biasa kemudian ada sindikasi," jelasnya.
Menurutnya, untuk saat ini itulah yang menjadi pilihan terbaik bagi perseroan. Jika harus menerbitkan global bond, minat investor kemungkinan tidak akan terlalu memuaskan karena kondisi market global kurang mendukung.
Global bond, kata dia, akan menjadi pilihan pendanaan terakhir karena perseroan mempertimbangkan bunga yang terlampau mahal. "Sekarang kami lebih ke bilateral dan sindikasi, sedang ada proses untuk itu," ujarnya.
Garuda memang seolah tak pernah lepas dari masalah. Kehadiran Rini tentu bertujuan untuk mempertegas posisi pemerintah yang akan terus mengawal maskapai penerbangan ini hingga bisa ekspansi lebih jauh dan meraih keuntungan.