Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memastikan terbitnya tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan No.2,3,dan 5/2018 telah melewati serangkaian proses dan melibatkan para pemangku kepentingan. Di antaranya, Kementerian Kesehatan, asosiasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan.
Sebagai catatan, ketiga peraturan itu adalah Perdirjampelkes No. 2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, No.3/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan No.5/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengatakan, peraturan ini tidak serta merta hadir atas inisiatif BPJS Kesehatan. Akan tetapi tindak lanjut dari Rapat Tingkat Menteri (RTM) akhir 2017 yang mengharuskan upaya-upaya khusus dengan mengoptimalkan efektivitas dan efisiensi biaya pelayanan dengan tidak meninggalkan mutu layanan.
“Dalam RTM sudah jelas, dan sudah menetapkan berbagai langkah dan strategi untuk keberlangsungan Program JKN-KIS melalui bauran kebijakan. BPJS Kesehatan kemudian melakukan review pemanfaatan, mana-mana saja pelayanan yang berpotensi inefisien dan dapat ditata kembali agar pemberian pelayanan lebih efektif dengan tetap memperhatikan kemampuan keuangan dana Program JKN-KIS,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (5/8/2018).
Untuk Perdirjampelkes No.2/2018, BPJS Kesehatan, kata Nopi, sudah menginisiasi rapat pada 7 Februari 2018. Rapat ini dihadiri oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami).
Pertemuan itu dilanjutkan dengan pembahasan mendalam dihadiri oleh perwakilan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada 5, 13 dan 25 April 2018.
Baca Juga
Nopi mengatakan, sampai 16 Mei 2018 BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Biro Hukum Kementerian Kesehatan.
“Sebelum Perdirjampelkes ini disahkan, BPJS Kesehatan melakukan pertemuan dengan Perdami pada 7 Juni 2018.”
Mengenai Perdirjampelkes No.3/2018, Nopi mengungkapkan, BPJS Kesehatan menginisiasi rapat pada 9 dan 14 Maret 2018. Rapat itu dihadiri oleh Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan PB IDI.
Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan mendalam yang juga dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, PERSI, termasuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 25 April 2018.
Selanjutnya sampai 16 Mei 2018 BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Biro Hukum Kementerian Kesehatan.
Nopi mengatakan, sebelum Perdirjampelkes ini disahkan, BPJS Kesehatan melakukan pertemuan kembali dengan POGI dan PB IDI pada 5 Juni 2018.
Sedangkan Perdirjampelkes No.5/ 2018, Nopi melanjutkan, BPJS Kesehatan sudah menginisiasi rapat pada 31 Januari dan 14 Maret 2018. Dihadiri oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia (Perdosri) dan PB IDI.
Pertemuan itu pun dilanjutkan dengan pembahasan mendalam yang juga dihadiri oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, dan PERSI pada 25 April 2018. Lalu, ujarnya, hingga 16 Mei 2018 BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Ditjen Pelayanan Kesehatan dan Biro Hukum Kementerian Kesehatan.
Menurutnya, sebelum Perdirjampelkes ini disahkan, BPJS Kesehatan melakukan pertemuan kembali dengan Perdosri dan PB IDI pada 29 Juni 2018.”
"Jadi tidak benar jika BPJS Kesehatan tidak melibatkan para pemangku kepentingan dalam penyusunan tiga Perdirjampelkes tersebut," ujarnya.