Bisnis.com, JAKARTA - Ambisi Setiawan Ichlas untuk memiliki sebuah bank belum pupus. Pengusaha asal Palembang itu diketahui ada dibalik aksi korporasi pembelian 21% saham PT Bank Kesejahteraan Ekonomi melalui PT Danadipa Artha Indonesia.
Semula sempat berembus kabar bahwa PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk. dibalik aksi korporasi itu. Namun, ternyata Setiawan membawa bendera Danadipa, perusahaan yang baru seumur jagung. Perusahaan itu tercatat di Kemenkumham berdasarkan SK: AHU-0021485.AH.01.02.TAHUN 2017 atau per 17 Oktober 2017.
Sekretaris Perusahaan Bank BKE Zulfikar Chainar membenarkan kabar tersebut. “Memang yang dibalik Danadipa itu tidak secara kelembagaan [Minna Padi], tetapi person [Setiawan],” katanya saat mengunjungi Bisnis di Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Zulfikar sendiri mengaku tidak mengetahui secara detail sosok Setiawan Ichlas dan Danadipa. Menurutnya, selama ini yang bernegosiasi adalah pihak direksi Danadipa dengan pemegang saham Bank BKE.
Saat dikonfirmasi Bisnis, President Director Minna Padi Djoko Joelianto mengaku tidak mengetahui seluruh rekam bisnis Setiawan. “Saya tidak tahu kalau ditanya soal itu [Setiawan dan Danadipa]. Pak Setiawan itu memang bisnisnya banyak,” ujarnya.
Zulfikar pun menceritakan, Danadipa masuk ke Bank BKE pada April 2018. Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia (IKPRI) berniat mengurangi kepemilikan saham di Bank BKE karena ada aturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.03/2016 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum.
Aturan ini mengatur batas kepemilikan bank umum oleh lembaga nonkeuangan paling banyak 30%. IKPRI pada saat itu memiliki 46,43% saham Bank BKE, sehingga harus melepas sebagian saham untuk mengikuti aturan OJK.
IKPRI, pada awalnya menawarkan kepada pemegang saham eksisting, seperti PT Reliance Securities Tbk., PT Recapital Advisors, dan PT Taspen (Persero), Dana Pensiun PT Jasa Raharja, Dana Pensiun PT Asuransi Jasa Indonesia, dan Koperasi Pegawai BKE.
Namun, seluruhnya menolak untuk mengambil sebagian saham milik mayoritas. IKPRI pun berinisiatif mencari pemodal eksternal. Setiawan Ichlas muncul bersama perusahaannya, Danadipa. Dia pun menyetujui untuk mengambil saham IKPRI dengan nilai transaksi Rp85 miliar.
“Sebenarnya kami mengharapkan pemilik saham existing yang beli. Dari mereka tidak ada komitmen, tetapi kami butuh dana segar,” kata Zulfikar.
Setelah Danadipa masuk, komposisi kepemilikan menjadi IKPRI menjadi 25,43%. Porsi saham perusahaan lain tetap sama, yakni PT Reliance Sekuritas Indonesia 20,55%, PT Recapital Advisors sebesar 19,68%, PT Taspen (Persero) 9,93%, Dana Pensiun PT Jasa Raharja 1,44%, Dana Pensiun PT Asuransi Jasa Indonesia 1,24%, dan Koperasi Pegawai BKE 0,74%.
Setiawan yang berada di balik Danadipa sebenarnya bukan pemain baru di pasar modal. Namanya sempat menjadi buah bibir pada 2017 karena memborong saham Minna Padi hingga mencapai 14,37%.
Kemudian, dia kembali tenar terkait dengan rencana pembelian saham PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. pada tahun yang sama. Minna Padi berkomitmen menjadi pembeli siaga penawaran saham terbatas senilai Rp4,5 triliun. Uang sebanyak Rp1,7 triliun sempat disetorkan kepada rekening penampung sebagai bentuk keseriusan.
Namun, hal tersebut kandas di tangan otoritas pada awal tahun ini. OJK menolak mengakui setoran awal karena tidak mendapatkan informasi sumber dana dengan jelas.
PELUANG DANADIPA
Kini Bank BKE berencana untuk melakukan penerbitan saham baru atau rights issue. Danadipa pun berkomitmen menjadi pembeli siaga atau standby buyer pada penawaran saham terbatas yang nilainya mencapai Rp300 miliar.
Apabila pemegang saham existing tidak mengambil haknya, dan potensi itu cukup besar, hal itu membuat Danadipa menjadi pemegang saham pengendali Bank BKE. Perusahaan itu akan menggeser pendiri Bank BKE, yakni IKPRI.
Komposisi pemilik saham lain pun otomatis akan terdelusi. Zulfikar mengatakan sedikitnya kepemilikan IKPRI akan menyusut menjadi kurang dari 15%.
Saat ini, Danadipa tengah melakukan konsultasi dengan OJK terkait aksi korporasi tersebut. “Ini kami lagi menunggu apakah OJK akan berikan izin. Prosesnya masih di sana,” ungkapnya.
Bisnis mencoba meminta konfirmasi mengenai rencana aksi korporasi tersebut, tetapi Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiana tidak merespons hingga berita ini diturunkan.
Penawaran saham terbatas diperlukan oleh Bank BKE untuk mempertebal permodalan. Hal ini diperlukan untuk memperbesar leverage penyaluran kredit.
Menurut Zulfikar, perseroan memiliki ceruk pasar yang belum banyak digarap. Akan tetapi, perseroan terbatas dengan keterbatasan rasio kecukupan modal minimum. “Kami butuh untuk bangun minimarket di semua koperasi,” katanya.
Selain rights issue, BKE juga akan melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) pada Februari 2019. Sekitar 7—8 sekuritas tengah diseleksi untuk menjadi underwriter.
BKE berharap melalui IPO ini akan menambah modal, sehingga dapat masuk dalam kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) II. “Rights issue masuk atau tidak kami tetap IPO,” tegasnya.
Sebelumnya Direktur Operasional BKE Zainal Riffandi memperkirakan besaran IPO yang dibutuhkan untuk masuk BUKU II sekitar Rp500 miliar, dengan catatan target rights issue tercapai.
Apabila dana penawaran saham terbatas tidak sesuai, kemungkinan besar saham yang akan dilepas ke publik jauh lebih besar dari Rp500 miliar. “Tapi bila belum tercapai [dari IPO], akan ada tahapan lain dalam rangka masuk BUKU II,” katanya.
Nah, sekarang ini tergantung dari Danadipa, apakah akan mendapatkan restu OJK? Mengingat sebelumnya pernah ditolak otoritas saat akan membeli saham Muamalat.