Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Danamon Indonesia Tbk. mencatatkan perbaikan kualitas aset sepanjang kuartal I/2019 yang tampak dari penurunan rasio kredit bermasalah.
Satinder Ahluwalia, Chief Financial Officer dan Direktur Bank Danamon mengatakan bahwa perseroan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.
“Strateginya antara lain lewat penerapan prosedur pengelolaan risiko yang pruden serta proses collection dan credit recovery yang disiplin,” katanya di Jakarta, Selasa (23/4/2019).
Rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) Bank Danamon tercatat di posisi 2,8% per kuartal I/2019. membaik dibandingkan dengan kondisi pada akhir kuartal I/2018 sebesar 3,2%.
Adapun rasio biaya kredit (cost of credit ratio) berada di posisi 2,4%, lebih rendah dibandingkan dengan akhir kuartal pertama 2019 sebesar 2,5%.
Lebih lanjut, Satinder mengatakan salah satu tantangan yang dialami bank adalah kenaikan suku bunga dana yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Perseroan meresponsnya dengan melakukan perubahan di sisi suku bunga kredit.
Akan tetapi perubahan tersebut dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Perseroan juga cenderung menahan kenaikan suku bunga kredit agar tidak membebani nasabah dan mengantisipasi dampaknya terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah.
“Tahun lalu dan kuartal I ini kami lihat ada dampak cost of fund [CoF] yang cukup besar pada bisnis semua sektor. CoF sudah naik dari tahun lalu tapi kami belum bisa pass-on semua ke nasabah, karena akan berdampak pada kredit bermasalah. Sekarang NIM [net interest margin/margin bunga bersih] sudah mulai turun sedikit dan CoF juga sudah mulai stabil,” katanya.
Imbas dari strategi tersebut, pendapatan bunga bersih dan laba bersih Bank Danamon menjadi tergerus. Sepanjang Januari – Maret 2019, pendapatan bunga bersih turun 2% secara tahunan dari Rp3,59 triliun menjadi Rp3,54 triliun.
Adapun laba bersih setelah pajak Bank Danamon tercatat sebesar Rp933 miliar. Realisasi tersebut turun sebesar 11% secara tahunan dibandingkan dengan total laba bersih kuartal I/2018 sebesar Rp1,04 triliun, dan naik 6% dibandingkan dengan periode akhir kuartal IV/2018 sebesar Rp884 miliar.
“Kami selalu pikirkan imbasnya kepada nasabah sebab ini akan berpengaruh pada NPL juga. Karena itu kami lebih konservatif dan prudent, tidak mau tingkatkan nasabah loan. Tidak apa-apa laba sedikit turun, ini masih bagus, daripada cari revenue dari peningkatan loan tapi dampaknya lebih besar dalam 3-6 bulan ke depan dari sisi NPL dan biaya kredit,” ujarnya.