Bisnis.com, JAKARTA - Bank sentral menerapkan operasi moneter dua sisi atau two way monetary operation dengan peningkatan frekuensi lelang dan penambahan tenor guna mendorong pemerataan distribusi likuiditas perbankan.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menuturkan, two way monetary operation merupakan operasi moneter kontraksi dan ekspansi yang dilakukan dalam kerangka penguatan operasi moneter.
Operasi moneter kontraksi merupakan operasi pasar terbuka yang sifatnya menyerap likuiditas, contohnya SDBI, SBI, Sukuk BI, RR SBN, FX swap beli, dan jual SBN outright.
Sementara itu, operasi moneter ekspansi merupakan operasi moneter yang tujuannya melakukan injeksi likuiditas. Adapun, jenis operasi moneternya antara lain repo, beli SBN outright, dan FX swap jual.
Per tanggal 6 Mei 2019, BI akan meningkatkan frekuensi operasi moneter ekspansi menjadi setiap hari, mengikuti operasi moneter kontraksi. "Hal ini dilakukan untuk mendukung pengelolaan likuiditas perbankan lebih optimal," kata dia, Selasa (7/5/2019).
Selain itu, tenor lelang operasi pasar terbuka ekspansi ditambah dari semula 1 minggu sampai 1 bulan menjadi 1 minggu hingga 3 bulan.
Baca Juga
Adapun, lelang dari operasi moneter ekspansi dan kontraksi tersebut terjadwal hingga enam bulan ke depan. Hal ini bertujuan untuk memberikan kepastian bagi bank terkait dengan ketersediaan likuiditas dari operasi pasar terbuka ekspansi.
Tidak hanya itu, BI juga melakukan penyesuaian motode lelang operasi pasar terbuka ekspansi dari fixed rate tender (FRT) menjadi variable rate tender (VRT). Dalam skema VRT, bank dapat melakukan bidding baik untuk volume dan rate.
Skema ini berbeda dari FRT di mana BI telah menetapkan rate dari operasi moneternya dan perbankan hanya melakukan bidding terhadap volume kebutuhan likuiditasnya.
Nanang menambahkan, penguatan operasi moneter ini dilakukan bank sentral setelah melihat tantangan pengelolaan likuiditas yang meningkat ke depannya sejalan dengan adanya faktor struktural.
Pertama, BI melihat kondisi global semakin dinamis yang mempengaruhi arus lalu lintas modal. Kedua, perubahan pola belanja penerimaan dan belanja pemerintah. Ketiga, peningkatan kebutuhan uang kartal yang dipengaruhi oleh faktor musiman.
Menurut Nanang, faktor mismatch likuiditas jangka pendek dapat terjadi mengingat struktur mikro pasar uang Indonesia yang sangat tersegmentasi di mana likuiditas tidak terdistribusi secara merata pada sistem perbankan di Tanah Air.