Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. menargetkan rasio dana murah dari produk giro dan tabungan (current account savings account/CASA) akan naik 262 bps menjadi 46,02%. Optimalisasi kanal digital akan menjadi senjata untuk mengejar target tersebut.
Direktur Konsumer BTN Budi Satria mengatakan rasio CASA yang besar akan membantu menekan biaya dana (cost of fund/CoF).
“Itu akan memberikan kemampuan bagi perbankan untuk menawarkan suku bunga pinjaman lebih rendah dalam rangka persaingan dengan pelaku usaha sejenis,” katanya kepada Bisnis, Selasa (21/5/2019).
Sementara itu pertumbuhan portofolio dana pihak ketiga (DPK) BTN melambat pada tiga bulan pertama tahun ini. Penghimpunan dana tumbuh 10,98% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp215,83 triliun.
Angka pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan capaian tiga bulan pertama 2018. BTN pada periode tersebut membukukan DPK sebesar Rp194,48 triliun atau naik 23,54% yoy.
Pertumbuhan awal tahun ini bahkan lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (compound annual growth rate) sejak 2014—2018. CAGR lima tahun terakhir kinerja penghimpunan DPK BTN sebesar 21,27%.
Direktur Utama BTN Maryono sempat menjelaskan bahwa ada dua hal yang menyebabkan hal tersebut, yakni strategi perusahaan dan kondisi eksternal.
“Umumnya deposan pada awal tahun banyak menggunakan dana yang tersimpan di bank, karena transaksi liburan akhir tahun,” kata Maryono.
Selain itu hal ini juga merupakan strategi BTN untuk menjaga pertumbuhan DPK guna menahan laju biaya dana (cost of fund/CoF). “Kami cari alternatif pembiayaan berbunga murah,” tambahnya.
Berdasarkan laporan publikasi, giro dan deposito BTN per Maret 2019 masing-masing tumbuh 4,22% yoy dan 20,13% yoy. Sementara itu tabungan tercatat merosot 1,8% menjadi Rp43,27 triliun.
Kendati DPK perusahaan hanya tumbuh 10,8% yoy, tetapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata industri perbankan yang hanya tumbuh sekitar 6% yoy.
Seperti diketahui kebutuhan likuiditas murah tengah menjadi satu isu perbankan belakangan ini. Utamanya hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang melesat tinggi di atas DPK dan diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan.