Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Artos Indonesia Tbk. akan fokus pada penyelesaian kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dan aset yang diambil alih (AYDA). Setelah itu, perseroan berharap dapat kembali meningkatkan penyaluran kredit dan mencetak laba.
Direktur Kepatuhan Bank Artos Bambang Setiawan menyatakan hal tersebut merupakan rencana bisnis bank, yang akan menjadi fokus kerja dalam lima tahun mendatang.
"Sesuai dengan rencana bisnis bank, penyelesaian NPL dan AYDA akan menjadi fokus. Kami berharap upaya ini dapat berkontribusi pada perbaikan rentabilitas [percetakan laba] perseroan," katanya seperti dikutip berita acara Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan, Kamis (13/6/2019).
Bambang mengakui isu terkait dengan kredit bermasalah cukup sulit ditangani. Hanya karena fokus pada penyelesaian masalah ini, perseroan harus rela membukukan penurunan penyaluran kredit sebesar 13,47% (year-on-year/yoy) pada tahun lalu.
Sepanjang kuartal I/2019, upaya ini masih berlanjut dan perseroan masih membukukan penurunan kredit hingga 28,85% (yoy).
"Upaya kami dalam menyelesaikan NPL masih belum optimal. Namun, setidaknya rasio NPL sudah sedikit menurun," ucapnya.
Adapun, rasio NPL gross turun dari posisi 8,53% pada kuartal I/2018 menjadi 6,63% pada kuartal I/2019.
Dominasi kredit bermasalah tersebut berasal dari sektor perindustrian, perdagangan, restoran, hotel, konstruksi, dan usaha jasa, yang porsinya mencapai 58%.
Adapun, emiten berkode ARTO ini kembali mencatatkan rugi pada kuartal I tahun 2019. Besarnya kerugian kali ini tercatat Rp6,02 miliar, melanjutkan tren rugi tahun 2018 yang menyentuh Rp23,28 miliar.
Jika dibandingkan dengan kuartal I/2018 tahun sebelumnya yang hanya Rp3,27 miliar, maka percetakan rugi ini meningkat 61,82% (yoy).
Berdasarkan laporan publikasinya, penurunan laba ini dikarenakan pendapatan bunga bersih perseroan turun dari Rp7,06 miliar pada kuartal I/2018 menjadi Rp4,15 pada kuartal I/2019.
Hal ini juga sejalan dengan net interest margin (NIM) perseroan yang turun 121 bps dari 4,66% pada kuartal I/2018 menjadi 3,45% pada kuartal I/2019.
Meski demikian, perseroan setidaknya mampu memperkecil beban operasional bersih meski hanya 5,23% menjadi Rp10,70 miliar pada periode awal tahun ini.
Penyaluran kredit juga menunjukkan tren penurunan, yakni 40,26% (yoy) dari Rp449,05 miliar menjadi Rp355,79 miliar.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) masih belum banyak mengalami perubahan, masih di kisaran Rp528 miliar dengan komposisi simpanan berjangka sekitar 80%.