Bisnis.com, JAKARTA – Paruh pertama 2019, bisnis bank mencatatkan anomali. Pada saat beberapa bank besar membukukan pertumbuhan kredit tinggi, tapi labanya justru tertekan. Sementara itu yang lain justru sebaliknya.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan bahwa lazimnya bisnis utama bank, kredit, akan mendongkrak laba. Namun memang tahun lalu Bank Indonesia agresif menaikan suku bunga acuan, sehingga berdampak pada beban dana.
“Persaingan likudiitas agak berat. Selain itu ekonomi juga slowing down. Bank dipaksa menaikan suku bunga DPK, tapi tidak bisa diikuti dengan kredit,” jelasnya kepada Bisnis, Senin (29/7/2019).
Pada sisi lain, bank dengan lini bisnis selain fungsi intermediasi yang kuat memiliki keuntungan. Pasalnya bank-bank tersebut dapat menggenjot sektor tersebut untuk mendorong pertumbuhan laba di tengah menipisnya margin bunga bersih (net interest margin/NIM)
“Bank bukan cuma dapat untung dari kredit. Dia kan dapat juga dari komisi-komisi di luar penyaluran kredit,” ujar Hans.
Dia pun memproyeksikan pada paruh kedua tahun ini bisnis bank masih menantang. Kesempatan bank untuk melaju kencang apabila perang dagang selesai dengan baik dan penurunan suku bunga acuan.
Baca Juga
Hans memperkirakan Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin (bps) sampai dengan akhir tahun. “Melihat kondisi saat ini, seharusnya bank sentral agresif menurunkan suku bunga,” katanya.