Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI dan OJK Ikut Pindah ke Kaltim, atau Pilih Dekat dengan Pelaku Industri?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai dalam UU OJK dan UU BI saat ini diamanahkan untuk keduanya berkedudukan di Ibu Kota.
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta, Selasa (30/7)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menjawab telepon di Call Center Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Jakarta, Selasa (30/7)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai keputusan Presiden untuk memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan Timur maka diperlukan kembali peninjauan khusus pada Undang Undang regulator lembaga keuangan yakni Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai dalam UU OJK dan UU BI  saat ini diamanahkan untuk keduanya berkedudukan di Ibu Kota.

Sementara itu, sejalan dengan pindahnya Ibu Kota dari Jakarta nantinya akan menjadikan masalah baru terkait koordinasi baik antara regulator dengan pelaku usaha khususnya perbankan dan antar lembaga pemerintah sendiri.

“Dalam UU BI dan UU OJK disebutkan bahwa BI dan OJK berkedudukan di ibu kota sedangkan semua kantor pusat bank dan lembaga keuangan terpusat di Jakarta. Maka opsinya revisi UU atau bertahan di Jakarta,” katanya kepada Bisnis, Selasa (27/8/2019).

Menurut Bhima akan ada cost of coordination yang sebelumnya tidak ada menjadi muncul. Namun, hal itu juga menjadi simalakama.

Pasalnya, jika mengikuti pindah ibu kota koordinasi dengan bank sulit. Sementara itu, jika BI tetap di Jakarta, koordinasi dengan K/L di Kalimantan Timur juga akan susah.

Meski demikian, Bhima menilai kedua regulator tersebut lebih urgent untuk dekat dengan pelaku industri perbankan. Meski untuk melakukan revisi UU BI dan UU OJK artinya pemerintah harus kembali bersiap untuk membuang banyak biaya dan waktu.

Sebelumnya, Bhima berpandangan uang pindah ibu kota sebesar Rp466 triliun akan lebih bijak dialokasikan untuk meng-upgrade kawasan industri di luar Jawa untu menarik relokasi pabrik dari luar negeri. Dengan demikian, kinerja kredit investasi bank juga akan membaik.

Menurutnya, saat ini peminat kawasan industri di luar Jawa sebagian besar masih dalam bentuk komitmen tetapi realisasinya rendah. Dia mencontohkan, KEK Sei Mangkei di Sumatera Utara sekarang jumlah perusahaan besar yang sudah mendirikan pabrik hanya kurang dari lima perusahaan.

“Jadi ada kendala teknis misal infrastruktur dari pusat bahan baku belum siap, kebutuhan energi listrik, air bersih hingga koneksi internet,” katanya.

Bhima menambagkan prinsipnya mendorong kredit perbankan saat ini lebih penting dilakukan apalagi mengingat industri yang belum terdorong dan banyak sektor manufaktur yang memilih menunda ekspansi pabrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper