Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK gencar mendorong pengembangan Bank Wakaf Mikro (BWM) guna menyediakan akses keuangan untuk seluruh lapisan masyarakat.
Bank Wakaf Mikro adalah lembaga keuangan syariah yang fokus pada pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, instrumennya melalui pengelolaan simpanan, pembiayaan skala mikro, dan jasa konsultasi pengembangan usaha.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program tersebut. Hingga Juli 2019, sebanyak 52 BWM telah tersebar di 15 provinsi.
“Kami meyakini bahwa kemiskinan berkaitan erat dengan ketersediaan akses keuangan. Untuk itu, kami menginisiasi pembentukan Bank Wakaf Mikro di daerah sebagai upaya OJK tidak hanya fokus pada nasabah besar tetapi juga mendorong penyediaan akses keuangan bagi masyarakat kecil,” katanya, dikutip melalui keterangan resmi, Minggu (8/9).
Wimboh mengutarakan, skema dalam Bank Wakaf Mikro merupakan terobosan baru yang dirancang sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat kecil. Pembiayaan yang diberikan cukup murah dengan margin 3% per tahun dan mudah tanpa agunan.
Total pembiayaan yang telah disalurkan BWM sebesar Rp24,9 miliar kepada 19.543 nasabah yang terdiri dari 2.374 kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren Indonesi (Kumpi).
Provinsi Jawa Tengah saat ini memiliki Bank Wakaf Mikro terbanyak di antara provinsi lainnya, yaitu 11 Bank Wakaf Mikro.
Seperti diketahui, OJK memasang harapan tinggi terhadap pertumbuhan Bank Wakaf Mikro hingga akhir tahun 2019. Otoritas menargetkan bisa mendirikan 100 BWM dengan memanfaatkan jaringan pesantren.
Pesantren dinilai memiliki potensi yang besar. Pasalnya, jumlah pesantren yang tersebar di Indonesia berjumlah sekitar 28.000 pesantren. Tidak hanya dari sisi agama, masih banyak pesantren yang santrinya dinilai masih perlu di-back-up dengan akses keuangan.
Jika ditelisik lebih jauh, berdasarkan data per Desember 2019, BWM yang telah didirikan sebanyak 41 BWM. Sementara penyaluran pembiayaan tercatat sebesar Rp12,38 miliar dengan total nasabah 9.191 nasabah. Artinya, pertumbuhan BWM berjalan lebih lambat dibandingkan dengan jumlah nasabah dan total pembiayaan yang disalurkan.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Keuangan Mikro OJK Suparlan mengatakan ada beberapa kendala yang harus dihadapi hanya untuk mendirikan BWM, salah satunya dari manajemen organisasi.
“Karena sistemnya adalah kelompok, jadi mencari pengurus BWM tidak mudah, mereka sendiri yang bertugas menyeleksi kelompok, jangan sampai kalau sudah berjalan malah nantinya terhambat. Selain itu, nasabahnya juga non-bankable, jadi BWM masih perlu pendampingan seluruh aspek,” katanya.
Kendala lainnya adalah pendanaan. Modal untuk mendirikan BWM berasal dari dana donatur yang disalurkan ke rekening Lembaga Amil Zakat melalui perbankan, dimana saat ini masih melalui Bank Syariah Mandiri.
Untuk mendirikan satu BWM, diperlukan modal sebesar Rp4,2 miliar, dengan rincian Rp1,2 miliar digunakan untuk perputaran dana (pembiayaan dan simpanan) dan Rp3 miliar diperuntukkan operasional BWM. Agar bisa mencapai target 100 BWM, maka diperlukan sekitar Rp420 miliar.