Bisnis.com, JAKARTA – Kredit bermasalah (non performing loan/NPL) pada sektor unggulan bank umum kelompok usaha (BUKU) IV melonjak. Realisasi tahun ini tumbuh menguat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juni 2019, NPL KPR tumbuh paling tinggi, atau 36,4 persen sepanjang periode berjalan (year-to-date/ytd) menjadi Rp4,3 triliun. Pada tahun lalu pembiayaan properti yang masuk kolektibilitas 3 hingga 5 ini tumbuh 20,4 persen ytd menjadi Rp3,8 triliun.
Begitu pula pada sektor produktif, di mana perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan tumbuh dua digit. Padahal tahun lalu, kredit bermasalah pada dua sektor tersebut hanya tumbuh 1,6 persen ytd dan 2,3 persen ytd.
Sementara itu kredit pada empat segmen tersebut juga tercatat tumbuh menguat, tapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan NPL. Sebagai contoh perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,7 persen ytd tahun ini, sedangkan tahun lalu 5,7 persen ytd.
Mengutip data OJK, keempat sektor kredit tersebut berkontribusi sebesar 52,6 persen terhadap total penyaluran dana oleh bank kepada pihak ketiga. Secara historis empat sektor itu telah lama menjadi penyerap terbesar dana perbankan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiatmadja mengatakan bahwa secara umum kondisi keseluruhan ekonomi tengah lesu. Dengan demikian kenaikan NPL menjadi lazim dalam sebuah perputaran roda bisnis.
Baca Juga
Menurutnya bila dilihat lebih dalam, industri perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan sebagian besar pelakunya terkena dampak dari kondisi ekonomi tersebut. Terkait hal itu, kata Jahja, BUKU IV tergolong siap karena menyiapkan pencadangan yang cukup.
“Buktinya profit bank masih lumayan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (12/9/2019).
Berdasarkan data OJK, per Juni 2019 laba bersih BUKU IV tercatat sebesar Rp52,1 triliun atau naik 13,0 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Capaian akhir paruh pertama tersebut cenderung melambat dibandingkan dengan kuarta I/2019, 16,2 persen yoy.
Mengutip, presentasi perusahaan, BCA menjaga rasio NPL sebesar 1,4 persen per Juni 2019. Secara komposisi, kontribusi segmen small medium enterprise (SME) membesar dari 45,2 persen per Juni 2018 menjadi 46,1 persen per Juni 2019. Pada sisi lain korporasi justru turun dari 27,6 persen menjadi 25,4 persen.
Pada periode yang sama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mencatat kenaikan NPL pada sektor unggulannya, yaitu manufaktur. Rasio NPL per Juni 2019 sebesar 4,1 persen, sedangkan tahun lalu 1,7 persen.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang menjelaskan bahwa pertumbuhan NPL tergolong aman apabila diikuti dengan permintaan kredit baru. Dengan kondisi saat ini, dalam jangka panjang berpotensi menyebabkan kenaikan rasio NPL perbankan.
“Idealnya kredit tumbuh, tapi NPL juga bisa ditekan. Tapi kondisi saat ini memang ekonomi agak berat,” katanya.
Pergerakan ekonomi yang tertatih pun berimbas kepada daya beli masyarakat. Oleh sebab itu NPL pada segmen KPR pun ikut terkerek naik.
Lebih jauh daya beli yang menurun pada akhirnya juga berimbas pada industri pengolahan dan perdagangan. Pasalnya sejumlah pelaku usaha akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban kepada bank.