Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan syariah terus memacu pendapatan di luar bagi hasil atas pembiayaan yang disalurkan. Sejumlah strategi pun dilancarkan mengingat masih besarnya peluang yang bisa diambil.
Pasalnya, pendapatan komisi terbukti lebih akan stabil dan tidak rentan terhadap pasang surut kondisi atau pembiayaan yang disalurkan.
Direktur Bisnis SME dan Komersial PT Bank BNI Syariah Dhias Widhiyati mengatakan sampai dengan Agustus 2019 perseroan dapat menunjukkan kinerja yang positif. Hal ini dengan ditandai pencapain laba yang tumbuh 57,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) sebesar Rp432 miliar.
Adapun, salah satu penyumbang laba tersebut adalah pendapatan komisi atau fee based income (FBI) yang mencapai Rp123 miliar atau tumbuh 26,7 persen yoy.
“Persentase FBI ini terhadap total pendapatan mencapai 4,4 persen yoy. Harapannya sampai dengan akhir tahun FBI bisa tembus di atas Rp200 miliar dengan kontribusi terhadap total pendapatan lebih dari 5 persen,” katanya kepada Bisnis, Minggu (6/10/2019).
Dhias mengemukakan pendorong kenaikan FBI ini antara lain diperoleh dari naiknya jumlah rekening tabungan baru dari 34.000 rekening per bulan di tahun 2018 lalu, saat ini naik menjadi 44.000 per bulan.
Kenaikan ini juga tidak lepas dari sinergi dengan Bank Induk melalui Sharia Channeling Outlet (SCO) dimana lebih dari 1.700 outlet BNI dapat melayani pembukaan rekening BNI Syariah.
Selain itu, perseroan mengklaim telah mengembangkan inovasi digital di mana Nasabah dapat membuka rekening online melalui website resmi perseroan sehingga dapat mempermudah dan mempercepat proses pembukaan rekening.
Menurut Dhias, setelah dirilis pada Juni 2019, anak usaha dari bank bersandi saham BBNI ini pun mendapatkan rekening baru sebanyak 1.585 rekening.
“Ke depan kami yakin masih banyak peluang untuk menggali bisnis yang menghasilkan fee based, terutama dari aktivitas transaksional,” ujarnya.
Direktur Syariah Banking PT CIMB Niaga Tbk. Pandji P. Djajanegara mengatakan pendapatan Non Financing Fee di luar recovery dari financing yang bermasalah tumbuh 95 persen yoy menjadi Rp107 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp55 miliar.
Adapun sampai akhir tahun perseroan menargetkan bisa mencapai Rp140 miliar.
“Pendapatan terbesar dari transaksi arrangement sindikasi-sindikasi, asuransi, dan transaksi operasional,” kata Pandji.
Sementara itu strategi yang akan dilakukan perseroan yakni, memperbanyak transaksi sindikasi, cross sell produk di antara semua nasabah, dan memperkaya transaksi digital supaya transaksi operasional lebih banyak lagi di bank.