Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua Perbanas Bicara Kondisi Perbankan Semasa Pemerintahan Jokowi

Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan sejumlah evaluasi dan harapan sepanjang pemerintahan Joko Widodo dalam 5 tahun terakhir dan ke depan.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. Kartika Wirjoatmodjo./JIBI-Dwi Prasetya
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk. Kartika Wirjoatmodjo./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo menyampaikan sejumlah evaluasi dan harapan sepanjang pemerintahan Joko Widodo dalam 5 tahun terakhir dan ke depan.

Menurutnya, industri perbankan dalam 5 tahun hingga saat ini cenderung stabil karena kondisi likuiditas mulai melonggar meskipun sempat mengetat. Namun, sambungnya, ada tantangan dari sisi komoditas dan konsumer karena mengalami perlambatan.

Dengan kondisi tersebut, perbankan melakukan shifting bisnis. Jika dulu perbankan fokus di komoditas, tuturnya, saat ini beralih ke ritel, seperti patiwisata, kesehatan, e-commerce, dan lainnya.

"Jadi sekarang bagaimana untuk fokus beralih ke sektor yang sudah mengalami dampak dari perang dagang," kata Kartika yang juga Dirut Bank Mandiri, Jumat (18/10/2019).

Dia menyampaikan, tantangan yang dihadapi dalam 5 tahun ini adalah kenaikan kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dan likuiditas. NPL secara khusus terjadi pada sektor yang melambat seperti batu bara dan tekstil.

Sementara itu, dari sisi likuiditas terjadi pengetatan yang membuat banyak bank mengalami perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit.

Namun, meski demikian dua kuartal terakhir 2019 ini dipastikan sudah ada perbaikan khusus untuk penghimpunan dana pihak ketiga yang tumbuh di atas 7% yoy dari sebelumnya 6% yoy.

"Harapan kami memang nanti optimisme pada kabinet baru muncul, dan capital inflow masuk. Jadi, likuiditas melonggar serta pertumbuhan bisa balik di atas 10% lagi dari sisi kredit," ujar pria yang biasa disapa Tiko ini.

Sementara itu, shifting tetap akan menjadi strategi perbankan ke depan. Pasalnya, bank kesulitan menggarap pasar yang besar-besar karena penurunan permintaan, seperti rumah di atas harga Rp1 miliar, dan mobil yang di atas Rp200 juta-an.

Tiko menambahkan, tantangan akan lebih pada bank-bank yang tidak punya jaringan luas. Adapun bank dengan jaringan luas dapat masuk segmen ritel ini lebih efektif sebab harus dilakukan dengan bermitra baik dengan tekfin maupun komunitas e-commerce.

"Karena memang untuk masuk ke ultramikro atau FLPP [Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan] butuh jaringan luas. Ke depan, untuk bank besar environment-nya lebih baik memang bank yang menengah kecil yang harus berubah jadi digital atau menggandeng fintech," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper