Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 yang tercatat 5,02% membuka peluang pemangkasan kembali suku bunga acuan Bank Indonesia dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan sesuai dengan target.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III/2019 ini sebesar 5,02% (yoy) membuka peluang bagi pelonggaran kebijakan moneter berikutnya.
Menurutnya, hal ini seiring dengan pelonggaran kebijakan melalui pemangkasan suku bunga The Fed akhir Oktober 2019, peluang BI pada kuartal IV/2019 ini masih bisa memangkas 25 basis poin menjadi 4,75% (yoy).
"Pertumbuhan kuartal III/2019 ini lebih kecil dari kuartal III/2018 yaitu 5,17% (yoy), dan kuartal sebelumnya 5,05% (yoy)," kata Andry melalui siaran pers kepada Bisnis.com, Selasa (5/11/2019).
Dia menjelaskan, kondisi ini membuat kumulatif PDB sampai Januari sampai September 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu hanya tumbuh 5,04% (yoy).
Menurut dia, ada tiga sektor dengan pertumbuhan terbesar yakni jasa lain yakni 10,72% (yoy), disusul jasa perusahaan 10,22% (yoy), dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial 9,19% (yoy).
Dari segi sumbangan sektor lapangan usaha, industri pengolahan manufaktur menyumbang 0,86%, diikuti perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 0,63% (yoy), sektor konstruksi sebesar 0,56% (yoy), dan informasi komunikasi sebesar 0,47% (yoy).
Dia memerinci, industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar pada PDB yakni 19,62%, diikuti oleh pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 13,45% serta perdagangan besar, eceran dan reparasi sepeda motor juga mobil 13,02% dari PDB.
Dari sisi pengeluaran, Andry menyebut salah satu sumbangan terbesar masih dari Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) 7,44% (yoy).
"Meski begitu pertumbuhan ini tetap lebih rendah dari kuartal II/2019 yakni 15,27% [yoy] akibat pemilu," katanya.
Untuk konsumsi rumah tangga juga mengalami pertumbuhan lebih baik yaitu 5,01% dan menguasai porsi terhadap PDB sekitar 56,5%.
"Pertumbuhan ini melemah menjadi 5,01% [yoy] setelah sebelumnya 5,17% akibat momentum Ramadan dan Idulfitri," paparnya.
Oleh sebab itu Gross Fixed Capital Formation (GFCF) tumbuh menjadi 4,21% (yoy) pada kuartal III/2019 lebih kecil dari kuartal II/2019 sebesar 5,01% (yoy).
"Barang modal dan pemanfaatan semen memang mengalami pelemahan pada kuartal III/2019," terang Andry.
Dari kontribusi, pertumbuhan PDB sektor konsumsi rumah tangga berkontribusi 2,69%, sedangkan GFCF berkontribusi 1,38%.
Sementara itu belanja pemerintah dari kementerian dan lembaga juga melemah dari 8,23% (yoy) pada kuartal II/2019 menjadi 0,98% (yoy) pada kuartal III/2019.
"Mayoritas penggunaan belanja pemerintah dominan pada semester I/2019, belanja barang juga terpantau mengalami penurunan," ujar Andry.
Sementara itu kinerja ekspor pada kuartal III/2019 menunjukkan sedikit perbaikan tumbuh 0,02% (yoy) dibandingkan dengan kontraksi kuartal II/2019 yakni -1,81% (yoy).
Meski demikian berbagai upaya menekan impor juga cukup sukses. Impor terkontraksi -8,61% (yoy) dibandingkan dengan kuartal II/2019, -6,73% (yoy).
Sampai akhir 2019, secara kumulatif Andry memprakirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini 5,06% (yoy). Prediksi ini sudah mempertimbangkan risiko eksternal termasuk melambatnya pertumbuhan ekonomi global, perang dagang, dan tensi geopolitik.
"Meski demikian pertumbuhan ini kumulatif masih lebih rendah dari 2018 sebesar 5,17%," tuturnya.