Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Konsumer Masih Menantang di 2020

Pelaku industri perbankan memproyeksikan penyaluran kredit segmen konsumer masih akan mengalami tantangan berat pada 2020.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja  memberikan penjelasan mengenai kinerja keuangan, di Jakarta, Rabu (24/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memberikan penjelasan mengenai kinerja keuangan, di Jakarta, Rabu (24/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri perbankan memproyeksikan penyaluran kredit segmen konsumer masih akan mengalami tantangan berat pada 2020.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja mengatakan, perseroan memasang target pertumbuhan konservatif pada kredit segmen konsumer tahun depan.

Menurutnya, industri perbankan masih menghadapi banyak ketidakpastian di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Di samping itu, pelaku usaha dan masyarakat juga masih menunggu gebrakan rezim pemerintahan baru.

"Tidak berani prediksi dulu, konservatif sama seperti tahun ini, kalau membaik kita siap gebrak pasar," katanya kepada Bisnis, Senin (16/12/2019).

Sebelumnya, pada tahun ini saja, EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan pertumbuhan kredit konsumer perseroan cenderung moderat, yang mana sejalan dengan industri perbankan.

Namun begitu, perseroan juga masih berupaya memacu kredit segmen tersebut. Terkhusus di akhir tahun, perseroan menawarkan program-program menarik, salah satunya melalui BCA Expo.

"Pertumbuhan kredit konsumer relatif moderat, tapi BCA tetap memberikan penawaran menarik terkait kredit konsumsi, seperti penyelenggaraan kegiatan BCA Expo yang dilaksanakan di beberapa kota antara lain Jakarta, Surabaya, Malang, Medan, Bandung, dan Semarang," katanya.

Hera menyampaikan, meski tidak bergerak banyak, pertumbuhan kredit konsumer hingga akhir tahun masih akan ditopang oleh dua segmen bisnis, di antaranya kredit pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit.

Adapun, perseroan mencatat kredit konsumer yang disalurkan per kuartal III/2019 sebesar Rp156,3 triliun atau tumbuh 4,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Perseroan menyatakan perlambatan paling besar terjadi pada segmen KPR dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Rinciannya, KPR perseroan tumbuh 6,8 persen yoy menjadi Rp92,1 triliun.

Sedangkan KKB turun 2,0 persen yoy menjadi Rp47,8 triliun, terutama disebabkan oleh penurunan pembiayaan kendaraan roda dua.

Di sisi lain, saldo pinjaman kartu kredit tercatat tumbuh 10,4 persen yoy menjadi Rp13,4 triliun pada September 2019.

Direktur Community Financial Services PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Jenny Wiriyanto mengakui perlambatan pada kredit konsumer dan memproyeksikan kredit segmen ini tidak akan tumbuh signifikan tahun depan.

"Proyeksi akhir tahun ini, KPR masih flat. Konsumer tahun depan pun di sekitar pasar 8 persen, masih rendah, sesuai dengan pasar," jelasnya.

Adapun, perseroan mencatat, outstanding KPR yang disalurkan perseroan stabil di angka Rp15,2 triliun per September 2019.

Berdasarkan data Bank Indonesia, kredit konsumsi industri perbankan tercatat tumbuh 6,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh perlambatan KPR dan KKB yang masing-masingnya tercatat tumbuh 10,8 persen yoy dan 1,0 persen yoy.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksikan masih akan bertahan di single digit growth pada 2020, yakni di kisaran 7,5 persen-8,5 persen.

"Untuk doubel digit growth sepertinya sulit, melihat kondisi makro dan tekanan daya beli pada 2020," katanya.

Bhima mengutarakan, perlambatan kredit dipengaruhi oleh kenaikan beberapa pos tarif misalnya BPJS Kesehatan dan rencana penyesuaian subsidi listrik.

Meski begitu, menurutnya masih ada peluang kredit konsumsi dapat tumbuh, yang didorong oleh penurunan suku bunga kredit dan relaksasi loan to value (LTV) yang akan dirasakan efektif pada tahun depan.

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan jika pemerintah tidak bisa membuat terobosan meningkatkan daya beli di level bawah atau juga mendorong kembalinya minat konsumsi kelompok menengah atas, maka konsumsi rumah tangga akan kembali melambat yang artinya kredit konsumsi juga akan sulit untuk tumbuh besar.

Menurutnya, kebijakan moneter seperti pelonggaran LTV dan penurunan giro wajib minimum (GWM) tidak akan cukup efektif apabila tidak didukung juga dengan kebijakan fiskal yang tepat.

"Apalagi kita pahami penurunan suku bunga kredit perbankan berjalan lambat di tengah kondisi likuiditas yang masih ketat," tuturnya.

Dengan proyeksi arah kebijakan fiskal yang tidak cukup mendukung kebijakan moneter tersebut, menurut Piter, pertumbuhan kredit konsumsi akan sulit mengalami lompatan.

"Kredit konsumsi tahun depan tumbuh lebih baik daripada tahun ini masih sangat mungkin, tapi tidak akan terjadi lompatan," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper