Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. tidak mematok target pertumbuhan yang tinggi pada penyaluran kredit segmen konsumer tahun depan.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaatmadja mengatakan, perseroan memasang target pertumbuhan konservatif pada kredit segmen konsumer tahun depan.
Menurutnya, industri perbankan masih menghadapi banyak ketidakpastian di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil. Di samping itu, pelaku usaha dan masyarakat juga masih menunggu gebrakan rezim pemerintahan baru.
"Tidak berani prediksi dulu, konservatif sama seperti tahun ini, kalau membaik kita siap gebrak pasar," katanya kepada Bisnis, Senin (16/12/2019).
Pada tahun ini saja, EVP Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn sebelumnya mengatakan pertumbuhan kredit konsumer perseroan cenderung moderat, yang mana sejalan dengan industri perbankan.
Namun begitu, perseroan juga masih berupaya memacu kredit segmen tersebut. Terkhusus di akhir tahun, perseroan menawarkan program-program menarik, salah satunya melalui BCA Expo.
"Pertumbuhan kredit konsumer relatif moderat, tapi BCA tetap memberikan penawaran menarik terkait kredit konsumsi, seperti penyelenggaraan kegiatan BCA Expo yang dilaksanakan di beberapa kota antara lain Jakarta, Surabaya, Malang, Medan, Bandung, dan Semarang," katanya.
Hera menyampaikan, meski tidak bergerak banyak, pertumbuhan kredit konsumer hingga akhir tahun masih akan ditopang oleh dua segmen bisnis, di antaranya kredit pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit.
Adapun, perseroan mencatat kredit konsumer yang disalurkan per kuartal III/2019 sebesar Rp156,3 triliun atau tumbuh 4,1% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Perseroan menyatakan perlambatan paling besar terjadi pada segmen KPR dan kredit kendaraan bermotor (KKB). Rinciannya, KPR perseroan tumbuh 6,8% yoy menjadi Rp92,1 triliun. Sedangkan KKB turun 2,0% yoy menjadi Rp47,8 triliun, terutama disebabkan oleh penurunan pembiayaan kendaraan roda dua.
Di sisi lain, saldo pinjaman kartu kredit masih tercatat tumbuh positif, yaitu sebesar 10,4% yoy menjadi Rp13,4 triliun pada September 2019.