“Ini benar?” tanya salah seorang pewarta lokal di Bali kepada Bisnis awal pekan ini melalui pesan Whats-App berisikan sebuah video. Isi dari video tersebut, yakni gambar bendera Indonesia berisikan tulisan Alipay dan bendera China, serta gambar Presiden China Xi Jinping disertai tagar #belanegara
Narasi dalam video tersebut pada intinya menyebutkan bahwa Bali sudah dikuasai China. Untuk memperkuat alibinya, narasi tersebut menyatakan hotel dan vila di daerah ini dibeli oleh warga China, kemudian mereka menggunakan sistem pembayarannya sendiri sehingga semua dana berputar di mereka sendiri. Bali hanya kebagian sekitar 20% dari belanja turis China, sedangkan sisanya kembali ke negara asalnya.
Narasi ini akan sangat mudah dipercayai, seandainya masyarakat belum mengetahui tentang metode transaksi quick response (QR) code dengan standar dari Bank Indonesia yang telah berlaku sejak awal tahun ini, yakni QR Indonesia Standard (QIRS).
Tersebarnya video tersebut memang tidak mengherankan, sebab saat ini sistem pembayaran Alipay dan WeChat Pay sudah jamak ditemukan di Bali.
Namun, sebenarnya upaya menegakkan sistem pembayaran sendiri di Bali telah mulai diinisiasi oleh PT Bank Pembangunan Daerah Bali (BPD Bali) dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali.
Jika Anda pergi ke sejumlah pura besar di Bali, akan mudah ditemu papan QR Code. Dengan memindai kode tersebut, Anda bisa langsung berdonasi ke rekening atas nama pura tersebut. Sejumlah tempat kuliner di Kota Denpasar pun telah menggunakan QR Code untuk bertransaksi, langsung ke rekening BPD Bali.
Baca Juga
BPD Bali menjadi inisiator sistem pembayaran sederhana ini. BPD Bali kini tercatat sebagai bank daerah dari kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II pertama yang mendapatkan izin resmi penerbitan QRIS di Indonesia dari Bank Indonesia.
Bank ini sudah berhasil menggandeng sebanyak 282 tempat ibadah dan 382 UMKM untuk menggunakan QRIS. Masih ada 89 entitas lagi yang kini sedang diproses. Upaya BPD Bali ini menjadi langkah kecil melawan dominasi Alipay dan WeChat Pay yang kini masif digunakan di hotel, restoran maupun objek wisata di Bali.
Dirut BPD Bali I Nyoman Sudharma mengatakan bahwa dengan mulai diberlakukannya QRIS ini, tentu akan memudahkan transaksi bagi masyarakat.
“Ke depan, semua mengadopsi teknologi. Sebagai bank daerah kami tentu tidak mau ketinggalan dalam beradaptasi dengan perkembangan inovasi 4.0. Selain itu, Bali ini daerah pariwisata yang terus berkembang sehingga hal-hal seperti ini harus diadaptasi,” tuturnya kepada Bisnis akhir pekan lalu.
UPAYA INOVASI
Sudharma mengatakan QRIS merupakan salah satu upaya bank milik daerah ini melakukan inovasi digital. Sejak beberapa tahun belakangan, BPD Bali sudah mulai merintis sejumlah inovasi teknologi untuk mempermudah transaksi bagi nasabah serta meningkatkan pendapatan daerah.
Selain UMKM dan pura, pihaknya juga akan menyasar sekolah, pasar, hingga tempat wisata untuk menggencarkan penggunaan QRIS.
Menurutnya, sistem transaksi nontunai tersebut sangat membantu perseroan untuk meningkatkan penetrasi transaksi keuangan. Hal itu terbukti saat pelaksanaan Denpasar Festival pada akhir Desember 2019 lalu. Sebanyak 247 pelaku UMKM di festival tahunan tersebut mengadopsi sistem ini.
Direktur Operasional BPD Bali Ida Bagus Gede Setia Yasa menjabarkan bahwa kini perseroan mulai membidik ke 17 pasar di seluruh Bali. Saat ini, Pasar Badung, Pasar Seni Klungkung, hingga pasar di Jembrana sudah digandeng memanfaatkan e-retribusi. Ke depan, sistem itu akan dikonversi menjadi QRIS.
“Daerah pariwisata sebagai percontohan seperti Tanah Lot, Uluwatu, sudah memakai dan segera juga UMKM-nya,” kata dia.
Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Trisno Nugroho menegaskan QRIS harus segera ditegakkan di Bali. Tidak saja untuk UMKM, tetapi sektor pariwisata seperti hotel, restoran hingga tempat wisata harus mengadopsi sistem yang diterbitkan Bank Indonesia ini.
Sebagai daerah kunjungan wisman, pelaku usaha di Bali dinilai lebih mudah mengadopsi sistem ini.
Wisatawan berjalan di pantai Kuta, Bali, Selasa (31/12/2019). Kawasan ini merupakan destinasi favorit pada turis lokal dan asing di Pulau Dewata ./Bisnis-Busrah Ardans
Dengan pertimbangan itulah, tidak ada alasan untuk mengacuhkan QRIS. Data BI hingga 23 Desember 2019 lalu, tercatat 22.174 pelaku di Bali yang menggunakan QRIS. Pengguna terbanyak ada di Denpasar sekitar 10.109 pelaku usaha. Jumlah itu diprakirakan akan terus meningkat seiring mulai berlakunya QRIS awal tahun ini.
“Kami mau seluruh ekosistem di Bali sudah gunakan QRIS. Bali itu transparan dan paling cepat beradaptasi. Kami harus melakukan ini, jadi harus gas poll supaya cepat,” ungkapnya.
Diakuinya, memasyarakatkan penggunaan sistem transaksi ini tidak mudah. Namun, pihaknya optimistis jika melihat keberhasilan yang terjadi di China. Dengan tingkat pendidikan dan literasi keuangan yang tinggi di kalangan masyarakat, transaksi QRIS akan mudah diadaptasikan.
Ditambah lagi, sikap masyarakat Bali yang sangat permisif akan memudahkan upaya memasyarakatkan QRIS ini.
Jika sudah masif, maka tidak ada alasan lagi mengatakan semua dikuasai asing.