Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Mayora fokus pada penjagaan kualitas seiring dengan risiko kredit yang meningkat sepanjang tahun ini.
Presiden Direktur Bank Mayora Irfanto Oeij mengatakan kondisi ekonomi global masih diwarnai ketidakpastian, sehingga cenderung menaikkan risiko kredit bermasalah. Pada tahun lalu, sebenarnya juga banyak terjadi tantangan, seperti imbas dari pertumbuhan ekonomi nasional serta pelemahan permintaan kredit dari pelaku pasar.
"Pertumbuhan bisnis pun stagnan. Pada tahun ini ada tambahan masalah dampak virus corona akan membuat dunia usaha lesu, termasuk fungsi intermediasi perbankan," ujarnya, Senin (24/2/2020).
Irfanto menyebutkan pertumbuhan kredit perseroan hanya dipatok di kisaran 8,15 persen secara tahunan. Meskipun target ini cukup rendah dibandingkan dengan target industri perbankan nasional yang masih ditargetkan dua digit, target perseroan tersebut naik tipis dari realisasi tahun lalu sebesar 6,08 persen secara tahunan.
"Pertumbuhan kredit yang dijaga moderat akan membuat kualitas kredit lebih baik. Di luar itu, kami akan memantau watch list account, meningkatkan penagihan, dan melakukan seleksi kredit yang lebih ketat.
Dengan upaya tersebut, Irfanto yakin perseroan akan dapat menekan rasio NPL net ke posisi yang lebih terkendali, yakni di bawah 3 persen.
Berdasarkan data September 2019, total kredit yang disalurkan Bank Mayora tercatat senilai Rp4,13 triliun, dengan dana pihak ketiga senilai Rp4,86 triliun.
Dalam penjagaan kualitas kredit, perseroan juga terlihat aktif dalam melakukan restrukturisasi kredit. Per September tahun lalu, restrukturisasi tercatat senilai Rp223 miliar, naik dari periode sama 2018 yang tercatat Rp179 miliar.
Sementara itu, pengamat memperkirakan revisi target pertumbuhan kredit pelaku industri perbankan marak terjadi tahun ini.
Pasalnya, kondisi ekonomi global masih belum pulih seutuhnya dan mendapat tekanan baru dengan merebaknya virus corona.
Analis PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk. Rully Nova menyebutkan langkah Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan dan target pertumbuhan kredit merupakan indikasi beratnya tantangan pertumbuhan kredit tahun ini.
"Ekonominya masih sama saja dengan tahun lalu, yang pertumbuhan kredit akan tetap single digit. Risiko globalnya masih akan tinggi tahun ini kemungkinan akan ada revisi target RBB," katanya, Senin (24/2/2020).
Namun, dia menyebutkan revisi akan banyak dilakukan pada pertengahan tahun. Perbankan juga masih akan mencoba memacu kinerja sebelum tengat waktu revisi datang.
"Kalau ada revisi, bank masih harus menunggu hingga kuartal dua. Revisi RBB nanti di Juni," katanya.