Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan cadangan devisa Indonesia kemungkinan mengalami penurunan signifikan seiring meningkatnya pandemi virus Corona (Covid-19).
Meski demikian, dia menegaskan penurunan cadangan devisa (cadev) tidak diperlu dikhawatirkan karena bisa diatasi Bank Indonesia (BI).
"Cadev ke depan masih bisa menurun karena tekanan pelemahan rupiah masih besar di tengah wabah Covid-19," katanya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (9/4/2020).
Dia menuturkan penurunan cadev sudah bisa diperkirakan seiring tekanan pelemahan rupiah yang begitu besar. Menurutnya, tujuan utama cadev memang untuk memenuhi kewajiban pemerintah membayar bunga dan pokok utang luar negeri.
Selain itu, BI juga dapat menggunakan cadev untuk melakukan intervensi pasar valas guna menstabilkan nilai tukar rupiah. Tekanan rupiah yang begitu besar akibat ketidakpastian global. Intervensi valas oleh BI meningkat drastis sehingga menyedot cadev.
"Saya rasa penurunan cadev masih dalam batas wajar, tak perlu khawatir. Saya yakin BI akan melakukan intervensi secara terukur dan tidak akan menghapuskan cadev. Justru penurunan cadev tersebut menunjukkan BI bekerja dan senantiasa ada di pasar dalam rangka menjaga rupiah," jelasnya.
Baca Juga
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk estimasi kebutuhan tujuh bulan ke depan. Per akhir Maret 2020, cadangan devisa nasional tercatat sebesar US$121 miliar.
Dalam rapat kerja virtual bersama Komisi XI DPR, Rabu (8/4/20200, Perry menuturkan, cadangan devisa sempat menurun US$9,4 miliar dari Februari lalu. Penurunan dikarenakan sebanyak US$2 miliar digunakan Bank Indonesia untuk membayar utang pemerintah yang jatuh tempo.
Di samping itu, kata Perry, sekitar US$7 miliar digunakan BI untuk memasok valuta asing di pasar, khususnya pada minggu kedua dan ketiga. Saat itu, terjadi kepanikan pasar global sehingga investor asing melepas SBN dan obligasi dalam waktu yang berdekatan.