Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan dinilai banyak menimbun uang dalam instrumen surat berharga negara (SBN).
Menurut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dana yang disimpan dalam bentuk SBN per 14 Mei mencapai Rp886 triliun atau berkisar 16,4 persen dari total dana pihak ketiga (DPK).
Dengan jumlah yang besar tersebut, lanjut Perry, industri perbankan masih memiliki ruang likuiditas yang masih sangat longgar jika perbankan membawa sebagian surat berharga tersebut untuk direpokan ke bank sentral.
“Dari Rp886 triliun, tentu sebagian perlu dikelola oleh bank dalam rangka memenuhi kebutuhan likuiditas, sesuai kebjjakan BI penyangga likuiditas makropprudensial besarnya SBN sebesar 6% dari DPK atau sebesar Rp330,2 triliun. Sisanya sebesar Rp563,6 triliun itu dapat direpokan ke BI,” tuturnya.
Dari angka sebesar Rp563,6 triliun tersebut, lanjutnya, jumlah yang sudah direpokan oleh perbankan masih rendah. Angka outstanding repo di BI saat ini mencapai Rp43,9 triliun.
Menurut Perry, mekanisme term repo ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan perbankan sebelum berhak mengajukan bantuan likuiditas dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Dengan kata lain, bank yang mengajukan bantuan likuiditas yang disalurkan pemerintah lewat bank peserta atau bank jangkar, tidak akan diberikan jika masih memiliki SBN yang dapat direpokan.
“Penempatan data pemerintah baru akan dilakukan kalau bank-bank sudah merepokan ke BI sehingga SBN-nya mendekati level 6%. Pemerintah tidak akan melakukan penempatan dana sebelum bank-bank (ajukan term repo) ke BI dulu.”