Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan dihadapkan pada peningkatan risiko kredit (Loan at Risk/LaR) dan dikhawatirkan akan mengalami penurunan kualitas akibat pandemi Covid-19.
Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Anggoro Eko Cahyo mengatakan tren peningkatan LaR memang mulai terlihat sebelum pandemi Covid-19 merebak ke Indonesia dan merusak tatanan perekonomian nasional, termasuk industri perbankan.
Anggoro mengatakan, perseroan sangat memberi perhatian dan berupaya merestrukturisasi kredit yang tergolong LaR agar tidak mengalami pemburukan kualitas menjadi kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Sebagai gambaran, LaR merupakan indikator risiko gagal bayar atas kredit yang telah disalurkan. Termasuk di dalamnya adalah kredit kolektibilitas satu yang telah direstrukturisasi dan juga kolekbitilitas 2 atau dalam perhatian khusus, hingga kredit bermasalah.
"Kami sendiri sangat concern dengan upaya merestrukturisasi LaR, sehingga tidak meningkat jauh sebelum pandemi Covid-19 terekspos di dalam negeri," katanya kepada Bisnis, Jumat (5/6/2020).
Di masa pandemi ini, LaR industri perbankan berpotensi mengalami peningkatan karena debitur yang terdampak Covid-19 dipastikan mengalami kesulitan arus kas yang berdampak pada kemampuan membayar angsuran.
Baca Juga
Namun, menurut Anggoro perbankan terbantu dengan adanya relaksasi POJK yang menetapkan kredit restrukturisasi tidak masuk dalam perhitungan LaR, sehingga peningkatan LaR lebih bisa diminimalisir.
Anggoro menyampaikan, perseroan saat ini benar-benar berupaya merestrukturisasi kredit yang tergolong LaR agar dapat ter-upgrade menjadi performing loan atau kredit lancar.
Per kuartal I/2020, perseroan mencatat posisi LaR mengalami peningkatan menjadi 10,9%, dari kuartal I/2019 yang tercatat sebesar 8,3%.
Peningkatan tertinggi dikontribusi oleh segmen menengah, di mana LaR segmen ini tercatat meningkat dari 16,2% per Maret 2019 menjadi 21,6% per Maret 2020.
"Spirit kami untuk merestrukturisasi LaR tetap kami prioritaskan supaya NPL gross maupun NPL netto dapat kami tekan lebih rendah," jelasnya.
Anggoro mengatakan, strategi ini sudah menjadi komitmen perseroan dengan pertimbangan bahwa relaksasi POJK No. 11/2020 hanya berlaku setahun, sedangkan kredit restrukturisasi cukup banyak, baik dari sisi nilai kredit maupun jumlah debitur.
"POJK 11/2020 menjadi pedoman kami dalam merestruk kredit dalam LaR maupun NPL. sehingga kami selalu proaktif melakukan kepatuhan, pemantauan, hingga pelaporan ke OJK," tuturnya.